Perawat, siapa yang tidak kenal
dengan profesi luar biasa ini. Bahkan tidak jarang pasien lebih ingat akan
perawat daripada dokternya karena pasien lebih berinteraksi dengan para perawat
yang memang mempunyai waktu lebih banyak dibanding dokter. Ketekunan
juga kesabaran perawat dalam merawat pasien hingga sembuh merupakan hal luar
biasa. Sama juga akan perkenalan saya dengan Naela Mustika Khikmah, Ns perawat
muda yang mengabdikan diri di lereng Bromo. Program Pencerah Nusantara menjadi
wadah bagi kami para tenaga kesehatan untuk menyamakan visi misi dan
mengutamakan pasien. Pasalnya paradigma miring bahwa perawat adalah orang nomer
dua yang seolah-olah hanya menjadi pembantu dokter sudah terlalu lama bergulir.
Tidak jarang karena pola pikir seperti inilah maka harmonisme antara
dokter dan perawat sering berada di ujung tanduk. Dokter terkadang merasa
perawat bekerja di luar wewenangnya dan perawat pun merasa dokter hanya dapat
memerintah saja tanpa berbagi kesejahteraan dengan adil. Padahal, sungguh kami
para dokter tidak akan mampu mengobati dan melayani pasien tanpa peran serta
dari perawat. Oleh karenanya, dalam satu ruangan IGD pastilah perbandingan
jumlah dokter dan perawat akan sangat menyolok. Dokter bertugas memeriksa
pasien dan memberikan terapi sementara perawat berpusat pada hal terkait dunia
“perawatan” pasien. Dalam hal ini tentu saja peranan perawat lebih besar
dibandingkan peranan dokter di awal.
Jika pasien sudah tertangani
kondisi kegawatdaruratannya namun tidak mendapatkan perawatan yang maksimal
setelahnya maka jangan harap akan bertahan lama. Itulah peran besar perawat
yang sering kali tidak terlihat, dimana para perawat menghabiskan waktu lebih
lama bersama pasien untuk sekadar mendengarkan kisah pasien. Namun, bukan hal
mudah melakukan kolaborasi dalam berbagi tugas antara dokter dengan perawat
karena sejak di bangku kuliah belum ada universitas di Indonesia yang
menggabungkan dunia pendidikan keperawatan dengan kedokteran. Saya sendiri pun
merasakan adanya jurang pemisah tersebut semenjak mahasiswa. Saya masih
beruntung dapat berinteraksi dengan para sejawat perawat dengan menjadi asisten
dosen dan berbagi ilmu dengan para perawat. Tentu saja itu belum cukup karena
perlu mata kuliah khusus yang menggabungkan berbagai macam tenaga kesehatan
untuk saling menghargai sejak dari bangku kuliah.
Tidak Mudah Menjadi Perawat
Jika selama ini anda menganggap
perawat hanya tenaga kesehatan kelas dua yang dengan mudah lulus, maka saya
katakan bahwa anda salah besar. Menjadi perawat bukan hal mudah. Proses
pembelajaran di bangku kuliah terkadang nyaris sama lamanya dengan dokter.
Pendidikan untuk perawat pertama kali dimulai di Indonesia dengan
adanya SPK (Sekolah Petugas Kesehatan), setingkat SMA namun dengan
penjurusan kesehatan. Namun saat ini jalur keperawatan melalui SPK sudah
dihapus oleh Kemenkes dan pendidikan keperawatan dimulai dari jenjang D3 dengan
gelar AMD,Kep hingga jenjang ners dengan gelar Ns. Itu artinya butuh
minimal 3 tahun untuk menjadi perawat D3 dan jika mengambil jenjang sarjana
dengan profesi sekaligus maka totalnya 4 tahun. Sama dengan dokter yang dapat
melanjutkan sekolah spesialisasi, para perawat pun dapat melanjutkan pendidikan
ke spesialis keperawatan di bidang bedah, maternal, anak, jiwa, dan juga
komunitas. Bahkan jenjang melanjutkan kuliah di luar negeri pun banyak tersebar
untuk para perawat. Hal tersebut diharapkan dapat memacu para perawat untuk
terus meng-update terus ilmu yang dimiliki melalui jurnal dan berbagai media
lainnya. Tugas saat di bangku kuliah keperawatan pun tidak mudah karena
hampir sebagian besar laporan perawatan pasien harus ditulis dengan tulisan
tangan untuk menghindari plagiasi alias copy paste. Belum lagi tugas di bangku
profesi yang berinteraksi langsung dengan pasien. Dimulai dari hal sederhana
merapikan tempat tidur pasien, memandikan pasien, memastikan pasien makan
dengan baik dan benar, hingga membersihkan kotoran pasien. Tidak jarang karena
lebih banyak berinteraksi dengan pasien, maka perawat menjadi garda terdepan
dalam menerima kemarahan serta segala uneg-uneg pasien. Tentunya bukan hal
mudah melewati 4 tahun dan bekerja dengan tetap harus selalu tersenyum dan
ramah. Memang bukan hal mudah menjadi perawat.
Perawat Masa Lampau
Jika anda pernah mengenal
Florence Nightingale, beliaulah ibu keperawatan modern yang mengubah citra
perawat dari pekerjaan yang hina menjadi profesi yang terdidik dan dihargai.
Wanita kelahiran 12 Mei 1820 ini tidak pernah menikah dan memutuskan
membaktikan dirinya di dunia keperawatan hingga meninggal di usia 90 tahun.
Nightingale dikenal sebagai The Lady with The Lamp karena Ia selalu membawa
lentera ke bekas medan pertempuran untuk menolong para prajurit. Nightingale
mempunyai cita-cita untuk memajukan dunia keperawatan karena pengobatan dan
perawatan tak dapat dipisahkan. Keduanya laksana dua sisi koin yang saling
terkait. Oleh karenanya mengadopsi Sumpah Hipokrates yang digunakan para
dokter, ada pula Sumpah Nightingale untuk para perawat yang digunakan pertama
kali di tahun 1893, tiga tahun setelah Nightingale meninggal dunia. Hingga
kini, 12 Mei selalu dikenang sebagai Hari Perawat Sedunia atas jasa mulia
Nightingale.
“I solemnly pledge myself
before God and in the presence of this assembly, to pass my life in purity and
to practice my profession faithfully. I will abstain from whatever is
deleterious and mischievous, and will not take or knowingly administer any
harmful drug. I will do all in my power to maintain and elevate the standard of
my profession, and will hold in confidence all personal matters committed
to my keeping and all family affairs coming to my knowledge in the practice of
my calling. With loyalty will I endeavor to aid the physician in his work, and
devote myself to the welfare of those committed to my care.”
Perawat Masa Depan
Dengan jumlah Akademi
Keperawatan (Akper) yang lebih dari 1.000 dan sudah berdiri sejak 20 tahun yang
lalu, jumlah total perawat di Indonesia kini mencapai 225.000 orang. Tentu saja
Perawat masa depan diharapkan yang mengetahui peran, tanggung jawab, dan wewenangnya
supaya tidak menyalahi aturan namun tetap bisa memberikan pelayanan terbaik
untuk masyarakat, baik yang sehat maupun yang sakit. Perawat profesional juga
harus bekerja sama dan berjalan sinergi antar kelompok, baik dari pendidik,
peneliti, pengelola, maupun pelayan. Setiap kelompok saling menghargai supaya
tidak lagi saling menyalahkan. Semuanya dapat memajukan dunia keperawatan di
ranah masing-masing. Begitu juga hubungan dengan profesi lain dalam tim
kesehatan. Setiap profesi mempunyai peran, tanggungjawab dan wewenang
masing-masing. Alangkah baiknya jika kita setiap profesi berintegrasi agar
tercapai kepuasan pasien dan juga kepuasan tim tenaga kesehatan. Tindakan
terintegrasi dapat tercipta jika setiap profesi saling memahami dan menghargai peran
dan tanggungjawab perawat . Selain itu, tak akan ada lagi rasa bersaing antar
tenaga kesehatan karena setiap profesi mempunyai lahan praktik masing-masing.
Dokter mengobati penyakit, perawat mengatasi respons terhadap penyakit, dan
profesi lain juga mempunyai identitas khas profesinya. Mungkin anda pernah
mendengar kasus tuntutan hukum terhadap perawat di daerah terpencil yang
memberikan pengobatan karena tidak adanya dokter di tempat tersebut. Atau
mungkin anda pernah mendengar perawat senior yang terkenal dengan sebutan
“Mantri” dengan mudah membuka praktek berpalang sementara dokter harus melalui
rangkaian panjang mendapatkan surat izin praktek untuk sebuah pemasangan
palang. Tentu saja kita tidak ingin perawat disalahkan karena perbedaan
wewenang tidak diimbangi oleh kecukupan tenaga kesehatan lainnya. Kita juga
tidak ingin oknum perawat melakukan yang bukan kompetensinya jika ada yang
lebih berkompetensi supaya tidak tumpang tindih dan terjadi gesekan. Oleh
karenanya, penting untuk membuat aturan supaya perawat nyaman dalam melakukan
tugasnya dan tidak terbayangi oleh ketakutan atas tuntutan hukum yang harusnya
tidak perlu terjadi. Hingga saat ini draft RUU Keperawatan sudah ditandatangani
oleh Susilo Bambang Yudhoyono melalui komisi IX DPR. Kami berharap dengan
adanya Undang-Undang Keperawatan, tugas dan wewenang perawat makin jelas,
konsil keperawatan tercipta, serta ada payung hukum bagi perawat yang ada di
daerah sulit akses akan pelayanan kesehatan. Tentu saja supaya
harmonisasi perawat dengan dokter serta tenaga kesehatan lain makin baik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar