BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kekurangan
Energi Protein (KEP) akan terjadi manakala kebutuhan tubuh akan kalori, protein
atau keduanya, tidak tercukupi dengan diet. Kedua bentuk defisiensi ini tidak
jarang berjalan bersisian, meskipun salah satu lebih dominan ketimbang yang
lain. Sindrom kwashiorkor terjelma manakala defisiensi lebih menampakkan
dominasi protein, dan marasmus termanifestasi jika terjadi kekurangan energy
yang parah. Kombinasi kedua bentuk ini, marasmik-kwasiorkor, juga tidak sedikit,
meskipun sulit menentukan kekurangan apa yang lebih dominan.
Kekurangan
energi protein dikelompokkan menjadi KEP primer dan sekunder.
Ketiadaan pangan melatarbelakangi
KEP primer yang mengakibatkan berkurangnya asupan. Penyakit yang mengakibatkan
pengurangan asupan, gangguan serapan dan utilisasi pangan, serta peningkatan
kebutuhan (dan/atau kehilangan) akan zat gizi dikategorikan sebagai KEP
sekunder.
Keparahan
KEP berkisar dari hanya penyusutan berat badan, atau terlambat tumbuh, sampai
ke sindrom klinis yang nyata, dan tidak jarang berkaitan dengan defisiensi
vitamin, serta mineral.
Setidaknya,
ada 4 faktor yang melatarbelakangi KEP, yaitu : masalah sosial, ekonomi,
biologi, dan lingkungan. Kemiskinan, salah satu determinan social-ekonomi,
merupakan akar dari ketiadaan pangan, tempat mukim yang berjejalan, kumuh dan
tidak sehat serta ketidakmampuan mengakses fasilitas kesehatan. Ketidaktahuan,
baik yang berdiri sendiri maupun yang berkaitan dengan kemiskinan, menimbulkan
salah paham tentang cara merawat bayi dan anak yang benar, juga salah mengerti
mengenai penggunaan bahan pangan tertentu dan cara member makan anggota
keluarga yang sedang sakit. Hal lain yang juga berpotensi menumbuhsuburkan KEP
dikalangan bayi dan anak adalah penurunan minat dalam member ASI yang kemudian
diperparah pula dengan salah persepsi tentang cara menyapih. Selain, distribusi
pangan dalam keluarga terkesan masih timpang.
A.
Rumusan Masalah
a.
Apa yang dimaksud dengan Kekurangan Energi
Protein ?
b.
Bagaimana klasifikasi kekurang energi
protein?
c.
Apa jenis jenis kekurangan energi protein?
d.
Apa penyebab kekurangan energy protein ?
e.
Bagaimana gejala kekurangan energi protein?
f.
Faktor apa yang mempengaruhi kekurangan energi protein?
g.
Bagaimana upaya penanggulangannya?
B.
Tujuan
Penulisan
a. Untuk mengetahui arti kekurangan energi protein.
b. Untuk mengetahui klasifikasi kekurangan energi
protein.
c. Untuk mengetahui jenis- jenis kekurangan energi
protein.
d. Untuk mengetahui penyebab kekurangan energi protein.
e. Untuk mengetahui gejala kekurangan energi protein.
f. Untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi
kekurangan energi protein.
g. Untuk
mengetahui upaya penanggulangannya.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Kurang Energi Protein (KEP)
Kurang Energi Protein (KEP) adalah seseorang
yang kurang gizi yang disebabkan oleh rendahnya komsumsi energi dan protein
dalam makanan sehari-hari atau gangguan penyakit –penyakit tertentu. Anak
tersebut kurang energi protein (KEP) apabila berat badanya kurang dari 80 %
indek berat badan/umur baku standar,WHO –NCHS, (DEPKES RI,1997).
Kurang energi protein (KEP) yaitu seseorang
yang kurang gizi yang disebabkan oleh rendahnya konsumsi energi protein dalam
makan sehari-hari dan atau gangguan penyakit tertentu sehingga tidak memenuhi
angka kecukupan gizi (AKG). Kurang energy protein merupakan keadaan kurang gizi
yang disebakan oleh rendahnya konsumsi energi dan protein dalam makanan
sehari-hari sehingga tidak memenuhi angka kecukupan gizi (Depkes 1999). KEP itu
sendiri dapat digolongkan menjadi KEP tanpa gejala klinis dan KEP dengan gejala
klinis. Secara garis besar tanda klinis berat dari KEP adalah Marasmus,
Kwashiorkor, dan Marasmus-Kwashiorkor.
Sedangkan menurut Jellife (1966) dalam
Supariasa, I.D.Nyoman (2002) dikatakan bahwa KEP merupakan istilah umum yang meliputi
malnutrition, yaitu gizi kurang dan gizi buruk termasuk marasmus dan
kwashiorkor.
B.
Klasifikasi
Kurang Energi Protein (KEP)
Untuk
tingkat puskesmas penentuan KEP yang dilakukan dengan menimbang berat badan
anak dibanding dengan umur dan menggunakan KMS dan tabel BB/U Baku Median WHO –
NCHS.
1. KEP ringan
bila hasil penimbangan berat badan pada KMS terletak pada pita kuning.
2. KEP sedang
bila hasil penimbangan berat badan pada KMS terletak di Bawah Garis Merah ( BGM
).
3. KEP
berat/gizi buruk bila hasil penimbangan BB/U < 60 % baku median WHO-NCHS.
C.
Jenis-jenis
kekurangan energi protein
a.
Kwashiorkor
Kwashiorkor merupakan keadaan kekurangan
nutrisi terutama kekurangan protein. Umumnya
keadaan ini terjadi akibat kurangnya asupan gizi yang sering terjadi di negara
berkembang atau pada daerah yang mengalami embargo politik. Daerah yang sangat
terpencil juga merupakan salah satu faktor terjadinya kondisi kwashiorkor. Individu yang mengalami
kwashiorkor dapat mengalami berbagai macam
manifestasi atau gejala antara lain: penurunan berat badan, penurunan massa
otot, diare, lemah lesu, perut buncit, bengkak pada tungkai, perubahan warna
rambut, dan lain-lain.
b.
Marasmus
Kekurangan energi marasmus merupakan suatu keadaan
kekurangan energi protein akibat rendahnya asupan karbohidrat. Keadaan ini sering
kali ditemukan dan angka kejadiannya mencapai 49% pada
kurang lebih 10 juta anak di bawah 5 tahun yang mengalami kematian di negara
berkembang, sedangkan di negara maju angka kejadiannya tidak begitu tinggi.
Adanya kondisi fisik yang tidak baik merupakan salah satu
faktor risiko terjadinya kekurangan karbohidrat pada anak-anak. Kondisi fisik
tersebut antara lain adalah penyakit jantung bawaan, retardasi mental, penyakit
kanker, infeksi kronis, keadaan yang mengharuskan anak dirawat lama di rumah
sakit. Anak akan tampak lesu dan tidak bersemangat, diare kronis, berat badan
tidak bertambah.
c. Marasmus
kwashiorkor
Pada kekurangan energi marasmus kwashiorkor
terdapat kekurangan energi kalori maupun protein. Mengapa ada anak yang jatuh
ke dalam keadaan kwashiorkor, marasmus, atau marasmus kwashiorkor masih belum
jelas dan masih membutuhkan penelitian yang lebih lanjut. Namun semua bentuk kekurangan energi protein pada anak-anak ini disebabkan oleh asupan makanan bergizi yang tidak adekuat atau
adanya kondisi fisik tubuh yang mengakibatkan makanan yang dikonsumsi tidak
dapat diserap dan digunakan oleh tubuh selain adanya keadaan metabolisme yang
meningkat yang disebabkan mungkin oleh penyakit kronis atau penyakit keganasan.
D.
Penyebab
Kekurangan Energi Protein
Penyebab langsung dari KEP adalah defisiensi
kalori maupun protein dengan berbagai gejala-gejala. Sedangkan penyebab tidak
langsung KEP sangat banyak sehingga penyakit ini sering disebut juga dengan
kausa multifaktorial. Salah satu penyebabnya adalah keterkaitan dengan waktu
pemberian Air Susu Ibu (ASI) dan makanan tambahan setelah disapih.
Selain itu, KEP merupakan penyakit
lingkungan, karena adanya beberapa factor yang bersama-sama berinteraksi
menjadi penyebab timbulnya penyakit ini, antara lain yaitu factor diet, factor
social, kepadatan penduduk, infeksi, kemiskinan, dan lain-lain. Peran diet
menurut konsep klasik terdiri dari dua konsep. Pertama yaitu diet yang
mengandung cukup energy, tetapi kurang protein akan menyebabkan anak menjadi
penderita kwashiorkor, sedangkan konsep yang kedua adalah diet kurang energy
walaupun zat gizi (esensial) seimbang akan menyebabkan marasmus. Peran factor
social, seperti pantangan untuk menggunakan bahan makanan tertentu yang sudah
turun temurun dapat mempengaruhi terjadinya KEP. Ada pantangan yang berdasarkan
agama, tetapi ada juga pantangan yang berdasarkan tradisi yang sudah turun
temurun, tetapi kalau pantangan tersebut berdasarkan agama, maka akan sulit
untuk diatasi. Jika pantangan berdasarkan pada kebiasaan atau tradisi, maka
dengan pendidikan gizi yang baik dan dilakukan dengan terus-menerus hal ini
akan dapat diatasi.
Menurut Ngastiyah, 1997 faktor-faktor penyebab kurang
energi protein dibagi menjadi dua, yaitu :
1. Primer
a) Susunan
makanan yang salah
b) Penyedia
makanan yang kurang baik
c) Kemiskinan
d) Ketidaktahuan
tentang nutrisi
e) Kebiasan
makan yang salah.
2. Sekunder
a) Gangguan
pencernaan (seperti malabsorbsi, gizi tidak baik,
kelainan struktur saluran).
b) Gangguan
psikologis.
E.
Gejala
Kekurangan Energi Protein
Menurut Departemen Kesehatan RI dalam tata
buku pedoman Tata Laksana KEP pada anak di puskesmas dan di rumah tangga, KEP
berdasarkan gejala klinis ada 3 tipe yaitu KEP ringan, sedang, dan berat (gizi buruk).
Untuk KEP ringan dan sedang, gejala klinis yang ditemukan hanya anak tampak
kurus. Gejala klinis KEP berat/gizi buruk secara garis besar dapat dibedakan
sebagai marasmus, kwashiorkor dan marasmus-kwashiorkor.
Gejala
:
a)
Kwashiokor
1. Oudema,umumnya
seluruh tubuh,terutama pada pada punggung kaki (dorsum pedis )
2. Wajah
membulat dan sembab
3. Pandangan
mata sayu
4. Rambut
tipis, kemerahan seperti warna rambut jagung, mudah dicabut tanpa rasa
sakit,rontok
5. Perubahan
status mental, apatis dan rewel
6. Pembesaran
hati
7. Otot
mengecil(hipotrofi), lebih nyata bila diperiksa pada posisi berdiri atau duduk
8. Kelainan
kulit berupa bercak merah muda yang meluas dan berubah warna menjadi coklat
kehitaman dan terkelupas
9. Sering
disertai penyakit infeksi, umumnya akut,anemia dan diare.
b)
Marasmus
1. Tampak
sangat kurus,tinggal tulang terbungkus kulit
2. Wajah
seperti orang tua
3. Cengeng
rewel
4. Kulit
keriput,jaringan lemak subkutis sangat sedikit sampai tidak ada (pakai celana
longgar )
5. Perut
cekung
6. Iga
gambang
7. Sering
disertai penyakit infeksi( umumnya kronis berulang), diare kronis atau
konstipasi/susah buang air.
c)
Marasmik- kwashiorkor
Gambaran klinik merupakan campuran dari
beberapa gejala klinik kwashiorkor dan marasmus, dengan BB/U< 60 % baku
median WHO-NCHS disertai oedema yang tidak mencolok.(DEPKES RI. 1999).
F. Faktor –
faktor Yang Mempengaruhi Kekurangan Energi
Protein (KEP) :
a)
Pendapatan Keluarga Perkapita
Komsumsi makanan yang berkurang sering
dialami oleh penduduk yang berpendapatan rendah.Hal ini disebabkan oleh daya
beli keluarga yang rendah. Pendapatan keluarga akan mempengaruhi pola
pengeluaran komsumsi keluarga. Tingkat pendapatan yang nyata dari keluarga
menentukan jumlah dan kualitas makanan yang diperoleh (Suhardjo,1989).
Masalah komsumsi pangan, rata- rata komsumsi
energi dan protein secara nasional meningkat dengan tajam. Pada tahun 1984 rata
– rata komsumsi energy perkapita 1798 kalori,meningkat menjadi 1905 kalori pada
tahun 1990 dan menjadi 1962 kalori pada tahun 1995. Sedangkan dalam kurun waktu
yang sama rata – rata komsumsi protein meningkat menjadi dari 43,3 gram,45,4
dan 49,2 perkapita/ hari. (SKPG. 1998)
b)
Pendidikan
Pendidikan adalah usaha sadar dan sistematis
yang berlangsung seumur hidup dalam rangka mengalihkan pengetahuan oleh
seseorang kepada orang lain (Siagian,1991). Pendidikan terutama pendidikan ibu
berpengaruh sangat kuat terhadap kelangsungan anak dan bayinya. Pada masyarakat
dengan rata –rata pendidikan rendah menunjukan prevalensi gizi kurang yang
tinggi dan sebaliknya pada masyarakat yang pendidikannya cukup tinggi
prevalensi gizi kurangnya rendah( Abunain,1988)
c)
Pekerjaan
Anak nelayan tradisional mempunyai resiko
menjadi kurang gizi tiga kali lebih besar dibanding pada anak peternak, petani
pemilik lahan, ataupun tenaga kerja terlatih. Hal penelitian ini juga
menunjukan bahwa pengelompokan pekerjaan yang terlalu umum misalnya nelayan
saja bisa mengatur pertumbuhan peranan factor pekerjaan orang tua terhadap
resiko anak mereka untuk menderita kurang gizi, resiko kurang gizi pada anak
nelayan tradisional tiga kali lebih besar dibanding anak nelayan yang punya
perahu bermotor. Efek ganda ( interaksi ) dari berbagai faktor sosial ekonomi
dalam menyebabkan jatuhnya seorang anak pada keadaan kurang gizi perlu
diperhitungkan (Mc Lean, W.1984).
d)
Keadaan Sanitasi Lingkungan
Faktor utama yang mempengaruhi kesehatan anak
dan juga kesehatan orang dewasa adalah tersedianya air bersih dan sanitasi yang
aman. Semua ini bukan saja penting untuk kesehatan dan kesejahteraan
manusia,tetapi juga sangat membantu bagi eman sipasi kaum wanita dari beban
kerja berat yang mempunyai dampak yang merusak terhadap anak – anak, terutama
anak- anak perempuan. Kemajuan dalam kesehatan anak tidak mungkin dipertahankan
jika sepertiga dari anak- anak didunia ketiga tetap tidak menikmati sarana
sanitasi yang layak.
Berdasarkan pengalaman pada 10
tahun yang lalu,termasuk inovasi yang banyak jumlahnya dalam
tehnik dan tekhnologi-tekhnologi yang sederhana dan murah untuk menyediakan air
bersih dan sarana sanitasi yang aman didaerah pedesaan dan perkampungan kumuh
dikota,kini patut dan layak melalui tindakan nasional bersama dan kerjasama
internasional untuk menyediakan air minum yang amam dan sarana pembuangan
kotoran manusia yang aman untuk semua (DEPKES RI,1990).
G.
Program penanggulangan KEP
Pelayanan gizi balita KEP pada dasarnya
setiap balita yang berobat atau dirujuk ke rumah sakit dilakukan pengukuran
berat badan, tinggi badan dan lila untuk menentukan status gizinya, selain
melihat tanda-tanda klinis dan laboratorium. Penentuan status gizi maka perlu
direncanakan tindakan sebagai berikut :
Adapun penanggulangan pada penderita KEP yaitu :
1.
Jangka pendek
a. Upaya
pelacakan kasus melalui penimbangan bulanan di posyandu
b. Rujukan
kasus KEP dengan komplokasi pengakit di RSU
c. Pemberian
ASI Eklusif untuk bayi usia 0-6 bulan
d. Pemberian
kapsul vitamin A
e. Pemberian
makanan tambahan (PMP)
f. Pemulihan
bagi balita gizi buruk dengan lama pemberian 3 bulan
g. Memberikan
makanan pendamping ASI (MP-ASI) bagi balita keluarga miskin usia6-12 bulan
h. Promosi
makanan sehat dan bergizi
2.
Jangkah menengah
a. Revitalisasi
Posyandu
b. Revitalisasi
Puskesmas
c. Revitalisasi
Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi
3.
Jangkah panjang
a. Pemberdayaan
masyarakat menuju Keluarga Sadar Gizi (Kadarzi)
b. Integrasi
kegiatan lintas sektoral dengan program penanggulangan kemiskinan dan ketahanan
pangan.
Penanggulangan Kekurangan Energi Protein (KEP ) juga dapat dilakukan dengan meningkatkan asupan protein. Secara umun
dikenal dua jenis protein yaitu protein yang berasal dari hewan dan protein nabati yang berasal dari tumbuhan. Protein
hewani dapat diperoleh dari berbagai jenis makanan seperti ikan, daging, telur
dan susu. Protein nabati terutama berasal dari kacang-kacangan serta bahan
makanan yang terbuat dari kacang (Elly Nurachmah, 2001:15).
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Kurang Energi Protein (KEP) adalah seseorang
yang kurang gizi yang disebabkan oleh rendahnya komsumsi energi dan protein
dalam makanan sehari-hari atau gangguan penyakit –penyakit tertentu. Anak
tersebut kurang energi protein (KEP) apabila berat badanya kurang dari 80 %
indek berat badan/umur baku standar,WHO –NCHS.
KEP adalah defisiensi kalori maupun protein
dengan berbagai gejala-gejala. Sedangkan penyebab tidak langsung KEP sangat
banyak sehingga penyakit ini sering disebut juga dengan kausa multifaktorial.
Salah satu penyebabnya adalah keterkaitan dengan waktu pemberian Air Susu Ibu
(ASI) dan makanan tambahan setelah disapih.
Menurut Departemen Kesehatan RI dalam tata
buku pedoman Tata Laksana KEP pada anak di puskesmas dan di rumah tangga, KEP
berdasarkan gejala klinis ada 3 tipe yaitu KEP ringan, sedang, dan berat (gizi
buruk). Untuk KEP ringan dan sedang, gejala klinis yang ditemukan hanya anak
tampak kurus. Gejala klinis KEP berat/gizi buruk secara garis besar dapat
dibedakan sebagai marasmus, kwashiorkor dan marasmus-kwashiorkor.
B.
Saran
Mencegah lebih baik daripada
mengobati.Istilah ini sudah sangat lumrah di kalangan kita.Oleh karena itu,
untuk mencegah terjadinya KEP, maka yang harus kita ubah mulai sekarang adalah
pola hidup dan pola makan yang sehat dan teratur, dengan memperhatikan gizi
yang seimbang serta juga memperhatikan lingkungan yang sehat sehingga dapat
menunjang kedepannya. Jika kita membiasakan hidup sehat, maka kita tidak akan
mudah terserang penyakit.
Daftar
Pustaka