Minggu, 30 April 2017

Standart dalam praktek kebidanan

ETIKOLEGAL Standar Pelayanan Kebidanan Disusun oleh : Nama : Ni Luh Enik Sumartini Nim : 16150027 Kelas : A.13.1 D3 KEBIDANAN FAKULTAS ILM KESEHATAN UNIVERSITAS RESPATI YOGYAKARTA TAHUN AJARAN 2016/2017 STANDAR V : Kebijaksanaan dan Prosedur Pengelolaan pelayanan kebidanan memiliki kebijakan dalam penyelenggaraan pelayanan dan pembinaan pegawai menuju pelayanan yang berkualitas. Mempunyai kebijakan tertulis tentang prosedur pelayanan dan standar pelayanan yang disahkan oleh pemimpin Mempunyai prosedur personalia : penerimaan pegawai konytak kerja, hak dan kewaiban personalia Mempunyai personalia pengajuan cuti pegawai, istirahat, sakit dan lain-lain. Mempunyai prosedur pembinaan pegawai. STANDAR VI : Pengembangan Staf dan Program Pendidikan Pelayanan kebidanan dalam pengelolaannya memiliki program pengembangan staf dan perencanaan pendidikan, sesuai dengan kebutuhan pelayanan. Ada program ppembinaan staf dan program pendidikan secara berkesinambungan Ada program pelatihan dan orientasi bagi tenaga bidan / pegawai baru dan lama agar dapat beradaptasi dengan pekerjaan Ada data hasil identifikasi kebutuhan pelatihan dan evaluasi hasil pelatihan. STANDAR VII : Standar Asuhan Pengelola pelayanan kebidanan memiliki standar asuhan / menejemen kebidanan yang diterapkan sebagai pedoman dalam memberi pelyanan kebidanan kepada pasien. Ada standar menejemen kebidanan (SMK) sebagai pedoman dalam memberi pelayanan kebidanan. Ada format menejemen kebidanan yang terdaftar pada catatan medik Ada pengkajian asuhan kebidanan bagi setiap klien. Ada dianosa kebidanan. Ada rencana asuhan kebidanan. Ada dokumen tertulis tentang tindakan kebidanan. Ada evaluasi dalam memberi asuhan kebidanan Ada dokumentasi untuk kegiatan menejemen kebidanan. STANDAR VIII : Evaluasi dan Pengendalian Mutu Pengelolaan pelayanan kebidanan memiliki program dan pelaksaan evaluasi dan pengendalian mutu pelayanan kebidanan yang dilaksanakan secara berkesinambungan Ada program atau rencana tertulis penungkatan mutu pelayanan kebidanan. Ada program atau rencana tertulis untuk  melakukan penilaian terhadap standar asuhan kebidanan. Ada bukti tertulis dari risalah rapat sebagai hasil dari kegiatan/ pengendalian mutu asuhan dan pelayanan kebidanan Ada bukti tertulis tentang pelaksanaan evaluasi pelayanan dan rencana tindak lanjut Ada laporan hasil evaluasi yang dipublikasikan secar teratur kepada semua staf pelayanan kebidanan.

Kehilangan dan berduka

KDK 1 Disusun Oleh : Ni Luh Enik Sumartini Nim : 16150027 Kelas : A13.1 Tahun ajaran 2016/2017 UNIVERSITAS RESPATI YOGYAKARTA Kehilangan          Kehilangan dan berduka merupakan bagian integral dari kehidupan. Kehilangan adalah suatu kondisi yang terputus atau terpisah atau memulai sesuatu tanpa hal yang berarti sejak kejadian tersebut. Kehilangan mungkin terjadi secara bertahap atau mendadak, bisa tanpa kekerasan atau traumatik, diantisispasi atau tidak diharapkan/diduga, sebagian atau total dan bisa kembali atau tidak dapat kembali.          Kehilangan merupakan suatu kondisi dimana seseorang mengalami suatu kekurangan atau tidak ada dari sesuatu yang dulunya pernah ada atau pernah dimiliki. Kehilangan merupakan suatu keadaan individu berpisah dengan sesuatu yang sebelumnya ada menjadi tidak ada, baik sebagian atau seluruhnya.          Kehilangan adalah suatu keadaan individu yang berpisah dengan sesuatu yang sebelumnya ada, kemudian menjadi tidak ada, baik terjadi sebagian atau keseluruhan (Lambert dan Lambert,1985,h.35). Kehilangan merupakan pengalaman yang pernah dialami oleh setiap individu dalam rentang kehidupannya. Sejak lahir individu sudah mengalami kehilangan dan cenderung akan mengalaminya kembali walaupun dalam bentuk yang berbeda.    Faktor-faktor yang mempengaruhi reaksi kehilangan, tergantung: Arti dari kehilangan Sosial budaya kepercayaan / spiritual Peran seks Status social ekonomi Kondisi fisik dan psikologi individu          Kemampuan untuk meyelesaikan proses berduka bergantung pada makna kehilangan dan situasi sekitarnya. Kemampuan untuk menerima bantuan menerima bantuan mempengaruh apakah yang berduka akan mampu mengatasi kehilangan. Visibilitas kehilangan mempengaruh dukungan yang diterima. Durasi peubahan (mis. Apakah hal tersebut bersifat sementara atau permanen) mempengaruhi jumlah waktu yang dibutuhkan dalam menetapkan kembali ekuilibrium fisik, pshikologis, dan social. Bentuk-bentuk kehilangan Kehilangan orang yang berarti Kehilangan kesejahteraan Kehilangan milik pribadi Sifat kehilangan Tiba–tiba (Tidak dapat diramalkan) Kehilangan secara tiba-tiba dan tidak diharapkan dapat mengarah pada pemulihan dukacita yang lambat. Kematian karena tindak kekerasan, bunuh diri, pembunuhan atau pelalaian diri akan sulit diterima. Berangsur – angsur (Dapat Diramalkan) Penyakit yang sangat menyulitkan, berkepanjangan, dan menyebabkan yang ditinggalkan mengalami keletihan emosional (Rando:1984). Penelitian menunjukan bahwa yang ditinggalkan oleh klien yang mengalami sakit selama 6 bulan atau kurang mempunyai kebutuhan yang lebih besar terhadap ketergantungan pada orang lain, mengisolasi diri mereka lebih banyak, dan mempunyai peningkatan perasaan marah dan bermusuhan. Kemampuan untuk meyelesaikan proses berduka bergantung pada makna kehilangan dan situasi sekitarnya. Kemampuan untuk menerima bantuan menerima bantuan mempengaruh apakah yang berduka akan mampu mengatasi kehilangan. Visibilitas kehilangan mempengaruh dukungan yang diterima. Durasi peubahan (mis. Apakah hal tersebut bersifat sementara atau permanen) mempengaruhi jumlah waktu yang dibutuhkan dalam menetapkan kembali ekuilibrium fisik, pshikologis, dan social. Tipe kehilangan Actual Loss Kehilangan yang dapat dikenal atau diidentifikasi oleh orang lain, sama dengan individu yang mengalami kehilangan. Perceived Loss ( Psikologis )  Perasaan individual, tetapi menyangkut hal – hal yang tidak dapat diraba atau dinyatakan secara jelas. Anticipatory Loss  Perasaan kehilangan terjadi sebelum kehilangan terjadi.Individu memperlihatkan perilaku kehilangan dan berduka untuk suatu kehilangan yang akan berlangsung. Sering terjadi pada keluarga dengan klien (anggota) menderita sakit terminal. Tipe dari kehilangan dipengaruhi tingkat distres. Misalnya, kehilangan benda mungkin tidak menimbulkan distres yang sama ketika kehilangan seseorang yang dekat dengan kita. Nanun demikian, setiap individunberespon terhadap kehilangan secara berbeda.kematian seorang anggota keluargamungkin menyebabkan distress lebih besar dibandingkan kehilangan hewan peliharaan, tetapi bagi orang yang hidup sendiri kematian hewan peliharaan menyebaabkan disters emosional yang lebih besar dibanding saudaranya yang sudah lama tidak pernah bertemu selama bertahun-tahun. Kehilangan dapat bersifat aktual atau dirasakan. Kehilangan yang bersifat actual dapat dengan mudah diidentifikasi, misalnya seorang anak yang teman bermainya pindah rumah. Kehilangan yang dirasakan kurang nyata dan dapat di salahartikan ,seperti kehilangan kepercayaan diri atau prestise. Lima kategori kehilangan Kehilangan objek eksternal. Kehilangan benda eksternal mencakup segala kepemilikan yang telah menjadi usang berpinda tempat, dicuri, atau rusak karena bencana alam. Kedalaman berduka yang dirasakan seseorang terhadap benda yang hilang bergantung pada nilai yang dimiliki orng tersebut terhadap nilai yang dimilikinya, dan kegunaan dari benda tersebut. Kehilangan lingkungan yang telah dikenal Kehilangan yang berkaitan dengan perpisahan dari lingkungan yang telah dikenal mencakup lingkungan yang telah dikenal Selma periode tertentu atau kepindahan secara permanen. Contohnya pindah ke kota baru atau perawatan diruma sakit. Kehilangan melalui perpisahan dari lingkungan yang telah dikenal dapat terjadi melalui situasi maturaasionol, misalnya ketika seorang lansia pindah kerumah perawatan, atau situasi situasional, contohnya mengalami cidera atau penyakit dan kehilangan rumah akibat bencana alam. Kehilangan orang terdekat Orang terdekat mencakup orangtua, pasangan, anak-anak, saudara sekandung, guru, teman, tetangga, dan rekan kerja.Artis atau atlet terkenal mumgkin menjadi orang terdekat bagi orang muda. Riset membuktikan bahwa banyak orang menganggap hewan peliharaan sebagai orang terdekat. Kehilangan dapat terjadi akibat perpisahan atau kematian. Kehilangan aspek diri Kehilangan aspek dalam diri dapat mencakup bagian tubuh, fungsi fisiologis, atau psikologis.Kehilangan anggota tubuh dapat mencakup anggota gerak , mata, rambut, gigi, atau payu dara. Kehilangan fungsi fsiologis mencakupo kehilangan control kandung kemih atau usus, mobilitas, atau fungsi sensori. Kehilangan fungsi fsikologis termasuk kehilangan ingatan, harga diri, percaya diri atau cinta.Kehilangan aspek diri ini dapat terjadi akibat penyakit, cidera, atau perubahan perkembangan atau situasi.Kehilangan seperti ini dapat menghilangkan sejatera individu.Orang tersebut tidak hanya mengalami kedukaan akibat kehilangan tetapi juga dapat mengalami perubahan permanen dalam citra tubuh dan konsep diri. Kehilangan hidup Kehilangan dirasakan oleh orang yang menghadapi detik-detik dimana orang tersebut akan meninggal. Doka (1993) menggambarkan respon terhadap penyakit yang mengancam- hidup kedalam enpat fase. Fase presdiagnostik terjadi ketika diketahui ada gejala klien atau factor resiko penyakit. Fase akut berpusat pada krisis diagnosis. Dalam fase kronis klien bertempur dengan penyakit dan pengobatanya ,yang sering melibatkan serangkain krisis yang diakibatkan. Akhirnya terdapat pemulihan atau fase terminal Klien yang mencapai fase terminal ketika kematian bukan hanya lagi kemungkinan, tetapi pasti terjadi.Pada setiap hal dari penyakit klien dan keluarga dihadapkan dengan kehilangan yang beragam dan terus berubah Seseorsng dapat tumbuh dari pengalaman kehilangan melalui keterbukaan, dorongan dari orang lain, dan dukungan adekuat. Tahapan proses kehilangan Stressor internal atau eksternal – gangguan dan kehilangan – individu berfikir positif – kompensasi positif terhadap kegiatan yang dilakukan – perbaikan – mampu beradaptasi dan merasa nyaman. Stressor internal atau eksternal – gangguan dan kehilangan – individu berfikir negatif – tidak berdaya – marah dan berlaku agresif – diekspresikan ke dalam diri ( tidak diungkapkan)– muncul gejala sakit fisik. Stressor internal atau eksternal – gangguan dan kehilangan – individuberfikir negatif– tidak berdaya – marah dan berlaku agresif – diekspresikan ke luar diri individu –berperilaku konstruktif – perbaikan – mampu beradaptasi dan merasa kenyamanan. Stressor internal atau eksternal – gangguan dan kehilangan – individuberfikir negatif–tidak berdaya – marah dan berlaku agresif – diekspresikan ke luar diri individu – berperilaku destruktif – perasaan bersalah – ketidakberdayaan. Inti dari kemampuan seseorang agar dapat bertahan terhadap kehilangan adalah pemberian makna (personal meaning) yang baik terhadap kehilangan (husnudzon) dan kompensasi yang positif (konstruktif). Berduka       Berduka adalah respon emosi yang diekspresikan terhadap kehilangan yang dimanifestasikan adanya perasaan sedih, gelisah, cemas, sesak nafas, susah tidur, dan lain-lain. Berduka merupakan respon normal pada semua kejadian kehilangan. NANDA merumuskan ada dua tipe dari berduka yaitu berduka diantisipasi dan berduka disfungsional. Berduka diantisipasi adalah suatu status yang merupakan pengalaman individu dalam merespon kehilangan yang aktual ataupun yang dirasakan seseorang, hubungan/kedekatan, objek atau ketidakmampuan fungsional sebelum terjadinya kehilangan. Tipe ini masih dalam batas normal. Berduka disfungsional adalah suatu status yang merupakan pengalaman individu yang responnya dibesar-besarkan saat individu kehilangan secara aktual maupun potensial, hubungan, objek dan ketidakmampuan fungsional. Tipe ini kadang-kadang menjurus ke tipikal, abnormal, atau kesalahan/kekacauan. Teori dari Proses Berduka Tidak ada cara yang paling tepat dan cepat untuk menjalani proses berduka. Konsep dan teori berduka hanyalah alat yang hanya dapat digunakan untuk mengantisipasi kebutuhan emosional klien dan keluarganya dan juga rencana intervensi untuk membantu mereka memahami kesedihan mereka dan mengatasinya. Peran perawat adalah untuk mendapatkan gambaran tentang perilaku berduka, mengenali pengaruh berduka terhadap perilaku dan memberikan dukungan dalam bentuk empati. Teori Engels Menurut Engel (1964) proses berduka mempunyai beberapa fase yang dapat diaplokasikan pada seseorang yang sedang berduka maupun menjelang ajal. Fase I (shock dan tidak percaya) Seseorang menolak kenyataan atau kehilangan dan mungkin menarik diri, duduk malas, atau pergi tanpa tujuan. Reaksi secara fisik termasuk pingsan, diaporesis, mual, diare, detak jantung cepat, tidak bisa istirahat, insomnia dan kelelahan. Fase II (berkembangnya kesadaran) Seseoarang mulai merasakan kehilangan secara nyata/akut dan mungkin mengalami putus asa. Kemarahan, perasaan bersalah, frustasi, depresi, dan kekosongan jiwa tiba-tiba terjadi. Fase III (restitusi) Berusaha mencoba untuk sepakat/damai dengan perasaan yang hampa/kosong, karena kehilangan masih tetap tidak dapat menerima perhatian yang baru dari seseorang yang bertujuan untuk mengalihkan kehilangan seseorang. Fase IV Menekan seluruh perasaan yang negatif dan bermusuhan terhadap almarhum. Bisa merasa bersalah dan sangat menyesal tentang kurang perhatiannya di masa lalu terhadap almarhum. Fase V Kehilangan yang tak dapat dihindari harus mulai diketahui/disadari. Sehingga pada fase ini diharapkan seseorang sudah dapat menerima kondisinya. Kesadaran baru telah berkembang. Teori Kubler-Ross Kerangka kerja yang ditawarkan oleh Kubler-Ross (1969) adalah berorientasi pada perilaku dan menyangkut 5 tahap, yaitu sebagai berikut: Penyangkalan (Denial) Individu bertindak seperti seolah tidak terjadi apa-apa dan dapat menolak untuk mempercayai bahwa telah terjadi kehilangan. Pernyataan seperti “Tidak, tidak mungkin seperti itu,” atau “Tidak akan terjadi pada saya!” umum dilontarkan klien. Kemarahan (Anger) Individu mempertahankan kehilangan dan mungkin “bertindak lebih” pada setiap orang dan segala sesuatu yang berhubungan dengan lingkungan. Pada fase ini orang akan lebih sensitif sehingga mudah sekali tersinggung dan marah. Hal ini merupakan koping individu untuk menutupi rasa kecewa dan merupakan menifestasi dari kecemasannya menghadapi kehilangan. Penawaran (Bargaining) Individu berupaya untuk membuat perjanjian dengan cara yang halus atau jelas untuk mencegah kehilangan. Pada tahap ini, klien sering kali mencari pendapat orang lain. Depresi (Depression) Terjadi ketika kehilangan disadari dan timbul dampak nyata dari makna kehilangan tersebut. Tahap depresi ini memberi kesempatan untuk berupaya melewati kehilangan dan mulai memecahkan masalah. Penerimaan (Acceptance) Reaksi fisiologi menurun dan interaksi sosial berlanjut. Kubler-Ross mendefinisikan sikap penerimaan ada bila seseorang mampu menghadapi kenyataan dari pada hanya menyerah pada pengunduran diri atau berputus asa. Teori Martocchio Martocchio (1985) menggambarkan 5 fase kesedihan yang mempunyai lingkup yang tumpang tindih dan tidak dapat diharapkan. Durasi kesedihan bervariasi dan bergantung pada faktor yang mempengaruhi respon kesedihan itu sendiri. Reaksi yang terus menerus dari kesedihan biasanya reda dalam 6-12 bulan dan berduka yang mendalam mungkin berlanjut sampai 3-5 tahun. Teori Rando Rando (1993) mendefinisikan respon berduka menjadi 3 katagori: Penghindaran Pada tahap ini terjadi shock, menyangkal dan tidak percaya. Konfrontasi Pada tahap ini terjadi luapan emosi yang sangat tinggi ketika klien secara berulang-ulang melawan kehilangan mereka dan kedukaan mereka paling dalam dan dirasakan paling akut. Akomodasi Pada tahap ini terjadi secara bertahap penurunan kedukaan akut dan mulai memasuki kembali secara emosional dan sosial dunia sehari-hari dimana klien belajar untuk menjalani hidup dengan kehidupan mereka. KEBUTUHAN PSIKOSOSIAL Manusia adalah makhluk biopsikososial yang unik dan menerapkan sistem terbuka serta saling berinteraksi. Manusia selalu berusaha untuk  mempertahankan keseimbangan hidupnya. Keseimbangan yang dipertahankan oleh setiap individu untuk dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya,keadaan ini disebut dengan sehat. Sedangkan seseorang dikatakan sakit apabila gagal dalam mempertahankan keseimbangan diri dan lingkungannya. Sebagai makhluk sosial, untuk mencapai kepuasan dalam kehidupan, mereka harus membina hubungan interpersonal positif. Status emosi Setiap individu mempunyai kebutuhan emosi dasar, termasuk kebutuhan akan cinta, kepercayaan, otonomi, identitas, harga diri, penghargaan dan rasa aman. Schults (1966) merangkum kebutuhan tersebut sebagai kebutuhan interpersonal untuk inklusi, control dan afeksi. Bila kebutuhan tersebut tidakterpenuhi, akibatnya dapat berupa perasaan atau prilaku yang tidak diharapkan,seperti ansietas,kemarahan,kesepian dan rasa tidak pasti.kebutuhan interpersonal akan inklusi, control dan afeksikadang saling tumpang tindih dan berkesinambungan. Kebutuhan akan inklusi Merupakan kebutuhan untuk menetapkan dan memelihara hubungan yang memuaskan dengan orang. Dalam lingkungan perawatan kesehatan, kebutuhan inklusi dapat dipenuhi dengan memberi informasidan menjawab semua pertanyaan, menjelaskan tanggung jawab perawatdalam memberi perawatan dan mengenali kebutuhan serta kesukaan pasien Kebutuhan akan control dengan kebutuhan untuk menentukan dan memelihara hubungan yang memuaskan dengan orang lain dengan memperhatikan kekuasaan, pembuatan keputusan dan otoritas.Contoh: saat orang melepaskan  tanggung  jawab pribadinya dan menjadi pasien yang sangat terikat dan tidak berdaya yang selalu meminta petunjuk dari semua orang mengenai apa yang harus dilakukan dan bagaimana melakukannya. Dibalik perilaku itu tersembunyi ansietas, bermusuhan dan kurang percaya terhadap orang lain atau diri sendiri. Intervensi keperawatan iyang membantu pasien menerima tanggung jawab untuk membuat keputusan mengenai perawatan pasien yang menunjang pemulihan kontrol. Kebutuhan afeksi Seseorang membangun hubungan saling memberi dan saling menerima berdasarkan saling menyukai. Afeksi diungkapkan dengan kata-kata cinta, suka, akrab secara emosional, pribadi, sahabat, dan intimasi. Rentang respons emosional Kepekaan emosional Respons emosional termasuk di pengaruhi oleh dan berperan aktif dalam dunia internal dan eksternal seseorang. Tersirat bahwa orang tersebut terbuka dan sadar akan persyaratannya sendiri. Reaksi berduka tak terkomplikasi Terjadi sebagai respons terhadap kehilangan dan tersirat bahwa seseorang sedang menghadapi suatu kehilangan yang nyata terbenam dalam proses berduka. Supresi emosi Mungkin tampak sebagai penyangkalan ( denial ) terhadap perasaan sendiri, pelepasan diri keterikatan dengan emosi atau penalaran terhadap semua aspek dari dunia efektif seseorang Penundaan reaksi berkabung Ketidakadaan yang persisten respons emosional terhadap kehilangan. Ini dapat terjadi pada awal prosesberkabung  dan menjadi nyata pada kemunduran proses, mulai terjadi atau keduanya.penundaan atau penolakan proses berduka kadang terjadi bertahun-tahun. Depresi atau melankolia Suatu kesedihan atau perasaan berduka  berkepanjangan. Dapat digunakan untuk menunjukkan berbagai fenomena, tanda, gejala, sindrom, keadaan emosional, reaksi, penyakit atau klinik. Mania Ditandai dengan elevasi alam perasaa berkepanjangan dan mudah tersinggung. Konsep diri Konsep Diri adalah semua perasaan, kepercayaan dan nilai yang di ketahui individu tentang dirinya dan mempengaruhi individu dalam berhubungan dengan orang lain.konsep diri berkembang secara bertahap, saat bayi mulai mengenal dan membedakan diri dengan orang lain. Pembentukan Konsep Diri di pengaruhi asuhan orang tua dan lingkungan. Komponen konsep diri: Body image (citra tubuh) Sikap terhadap tubuhsecara sadar dan tidak sadar. Mencangkup presepsi dan perasaan tentangukuran, bentuk, dan fungsi penampilan tubuh dulu dan sekarang Ideal diri Presepsi individu(bagaimana harus berperilaku sesuai standar perilaku) dan akan mewujudkan cita-cita dan harapan pribadi. Harga Diri Penilaian terhadap hasil yang dicapai dengan analisis yaitu sejauh mana prilaku memenuhi ideal diri. Harga Diri diperoleh dari diri sendiri dan orang lain. Sukses → Harga Diri tinggi, gagal → Harga Diri rendah KEMATIAN Kematian merupakan peristiwa alamiah yang dihadapi oleh manusia. Namun, bencana gempa di Bantul memaksa anak untuk melihat dan atau mengalami kematian secara tiba-tiba. Pemahaman akan kematian mempengaruhi sikap dan tingkah laku seseorang terhadap kematian. Selain pengalaman, pemahaman konsep kematian juga dipengaruhi oleh perkembangan kognitif dan lingkungan sosial budaya. Kebudayaan Jawa yang menjadi latar tumbuh kembang anak menjadi penting untuk diperhatikan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pemahaman anak usia sekolah dan praremaja tentang kematian dengan mengacu pada tujuh subkonsep kematian, yakniirreversibility, cessation, inevitability, universability, causality, unpredictability, danpersonal mortality dari Slaughter (2003). Penelitian dilakukan melalui pendekatan kualitatif dengan metode wawancara yang dilakukan pada tiga anak usia (6-7 tahun) dan 4 praremaja (10-11 tahun). Hasil penelitian menunjukkan pemahaman konsep kematian yang berbeda-beda pada ketiga subjek yang berusia 6-7 tahun. Dua subjek belum memahami subkonsepunpredictability dan causality, sedangkan kelima subkonsep lainnya sudah dipahami oleh anak. Satu subjek lainnya hanya memahami subkonsep inevitability, universality, dan personal mortality, sedangkan empat subkonsep lainnya belum dipahami sama sekali. Secara umum ketiga subjek belum memahami kematian sebagai fenomena biologis. Partisipan yang berusia 10-11 tahun sudah memiliki ketujuh subkonsep kematian walaupun belum bisa mendeskripsikannya secara utuh. Hasil penelitian ini disoroti dari teori kematian, teori perkembangan dan budaya Jawa. Hasil penelitian ini berimplikasi pada teori perkembangan konsep kematian pada anak, dan juga pada seberapa jauh budaya Jawa memberikan kesempatan pada anak untuk memiliki pemahaman yang utuh tentang kematian. Perkembangan euthanasia tidak terlepas dari perkembangan konsep tentang kematian. Usaha manusia untuk memperpanjang kehidupan dan menghindari kematian dengan mempergunakan kemajuan iptek kedokteran telah membawa masalah baru dalam euthanasia, terutama berkenaan dengan penentuan kapan seseorang dinyatakan telah mati. Berikut ini beberapa konsep tentang mati yaitu : Mati sebagai berhentinya darah mengalir Konsep ini bertolak dari criteria mati berupa berhentinya jantung. Dalam PP No. 18 tahun 1981 dinyatakan bahwa mati adalah berhentinya fungsi jantung dan paru-paru. Namun criteria ini sudah ketinggalan zaman. Dalam pengalaman kedokteran, teknologi resusitasi telah memungkinkan jatung dan paru-paru yang semula terhenti dapat dipulihkan kembali. Mati sebagai saat terlepasnya nyawa dari tubuh Konsep ini menimbulkan keraguan karena, misalnya, pada tindakan resusitasi yang berhasil, keadaan demikian menimbulkan kesan seakan-akan nyawa dapat ditarik kembali. Hilangnya kemampuan tubuh secara permanen Konsep inipun dipertanyakan karena organ-organ berfungsi sendiri-sendiri tanpa terkendali karena otak telah mati. Untuk kepentingan transplantasi, konsep ini menguntungkan. Namun, secara moral tidak dapat diterima karena kenyataannya organ-organ masih berfungsi meskipun tidak terpadu lagi. Hilangnya manusia secara permanen untuk kembali sadar dan melakukan interaksi social Bila dibandingkan dengan manusia sebagai makhluk social, yaitu individu yang mempunyai kepribadian, menyadari kehidupannya, kemampuan mengingat, mengambil keputusan, dan sebagainya, maka penggerak dari otak, baik secara fisik maupun sosial, makin banyak dipergunakan. Pusat pengendali ini terletak dalam batang otak. Olah karena itu, jika batang otak telah mati, dapat diyakini bahwa manusia itu secara fisik dan social telah mati. Dalam keadaan seperti ini, kalangan medis sering menempuh pilihan tidak meneruskan resusitasi, DNR (do not resuscitation). Bila fungsi jantung dan paru berhenti, kematian sistemik atau kematian sistem tubuh lainnya terjadi dalam beberapa menit, dan otak merupakan organ besar pertama yang menderita kehilangan fungsi yang ireversibel, karena alasan yang belum jelas. Organ-organ lain akan mati kemudian. Daftar Pustaka : http://smansicommunity.blogspot.co.id/2012/06/assalamualaikum-wr.html https://books.google.co.id/books?id=aabo4N8QHzQC&pg=PT131&dq=kebutuhan+psikososial+adalah&hl=id&sa=X&ved=0ahUKEwju4tD47MXQAhVGK48KHVeZA_cQ6AEIHjAB#v=onepage&q=kebutuhan%20psikososial%20adalah&f=false http://ithaprastikamyblog.blogspot.co.id/2015/03/kebutuhan-psikososial.html

English task "caesarean Section"

ENGLISH TASK “Caesarean Section” Team : Ni Luh Enik Sumartini 16150027 Listi Eka Fitriana 16150014 Khevi Henoek 16150001 Nova Radja 16150003 PRODI D III KEBIDANAN UNIVERSITAS RESPATI YOGYAKARTA TAHUN AJARAN 2016/2017 Definition Caesarean section, also known as C-section, is the use of surgery to deliver one or more babies. A Caesarean section is often performed when a vaginal delivery would put the baby or mother at risk. This may includeobstructed labour, twin pregnancy, high blood pressure in the mother, breech birth, problems with the placenta,umbilical cord or shape of the pelvis, and previous C-section. A trial of vaginal birth in some of these situations, including after C-section, may be possible. Some C-sections are also performed upon request. The World Health Organization recommends that they should be done based on medical need and in many cases they are lifesaving for the mother and baby. A C-section typically takes 45 minutes to an hour. It may be done with a spinal block such that the woman is awake or under general anesthesia. A urinary catheter is used to drain the bladder and the skin of the abdomen is thensterilized. An incisions of about 15 cm (6 inches) is then typically made through the mother's lower abdomen. Theuterus is then opened with a second incision and the baby delivered. The incisions are then stitched closed. A woman can typically begin breastfeeding as soon as she is awake and out of the operating room. Often a number of days are required in hospital to recover sufficiently to return home. C-sections result in a small overall increase in poor outcomes in low risk pregnancies. They also typically take longer to heal from, about six weeks, than vaginal birth. The increased risks include breathing problems in the baby and amniotic fluid embolism and postpartum bleeding in the mother. Established guidelines recommend that caesarean sections not be used before 39 weeks of pregnancy without a medical reason. The method of delivery does not appear to have an effect on subsequent sexual function. In 2012, about 23 million C-sections were done globally. The international healthcare community has previously considered the rate of 10% and 15% to be ideal for caesarean sections. Some evidence finds a higher rate of 19% may result in better outcomes. More than 45 countries globally have C-section rates less than 7.5% while more than 50 have rates greater than 27%. There are efforts to both improve access to and reduce the use of C-section. In the United States about 33% of deliveries are by C-section. The surgery has been performed at least as far back as 715 BC following the death of the mother with the occasional baby surviving. Descriptions of mothers surviving date back to the 1500s. With the introduction of antiseptics and anesthetics in the 1800s survival of both the mother and baby became common Risks Adverse outcomes in low risk pregnancies occur in 8.6% of vaginal deliveries and 9.2% of caesarean section deliveries. Mother In those who are low risk, the risk of death for caesarean sections is 13 per 100,000 and for vaginal birth 3.5 per 100,000 in the developed world. The United Kingdom National Health Service gives the risk of death for the mother as three times that of a vaginal birth but it is important to remember the actual risk of death in either situation is extremely small in resource-rich settings. In Canada the difference in serious morbidity or mortality for the mother (e.g. cardiac arrest, wound hematoma, or hysterectomy) was 1.8 additional cases per 100 or three times the risk. A caesarean section is associated with risks of postoperative adhesions, incisional hernias (which may require surgical correction) and wound infections. If a caesarean is performed in an emergency, the risk of the surgery may be increased due to a number of factors. The patient's stomach may not be empty, increasing the risk of anaesthesia. Other risks include severe blood loss (which may require a blood transfusion) and postdural-puncture spinal headaches. Women who had caesarean sections are more likely to have problems with later pregnancies, and it is recommended that women who want larger families should not seek an elective caesarean unless there are medical indications to do so. The risk of placenta accreta, a potentially life-threatening condition which is more likely to develop where a woman has had a previous caesarean section, is 0.13% after two caesarean sections, but increases to 2.13% after four and then to 6.74% after six or more. Along with this is a similar rise in the risk of emergency hysterectomies at delivery. Mothers can experience increased incidence of postnatal depression, and can experience significant psychological trauma and ongoing birth-related post-traumatic stress disorder after obstetric intervention during the birthing process. Factors like pain in first stage of labor, feelings of powerlessness, intrusive emergency obstetric intervention are important in the subsequent development of psychological issues related to labour and delivery. Subsequent pregnancies Women who have had a caesarean for any reason are somewhat less likely to become pregnant again as compared to women who have previously delivered only vaginally, but the effect is small. Women who had just one previous caesarean section are more likely to have problems with their second birth. Delivery after previous Caesarean section is by either of two main options: birth after Caesarean section (VBAC) Elective repeat Caesarean section (ERCS) Both have higher risks than a vaginal birth with no previous caesarean section. There are many issues which must be taken into account when planning the mode of delivery for every pregnancy, not just those complicated by a previous caesarean section and there is a list of some of these issues in the list of indications for section in the first part of this article. A vaginal birth after caesarean section (VBAC) confers a higher risk of uterine rupture (5 per 1,000), blood transfusion orendometritis (10 per 1,000), and perinatal death of the child (0.25 per 1,000). Furthermore, 20% to 40% of planned VBAC attempts end in caesarean section being needed, with greater risks of complications in an emergency repeat caesarean section than in an elective repeat caesarean section. On the other hand, VBAC confers less maternal morbidity and a decreased risk of complications in future pregnancies than elective repeat caesarean section. There are number of steps that can be taken during abdominal or pelvic surgery to minimize postoperative complications, such as the formation of adhesions. Such techniques and principles may include: Handling all tissue with absolute care Using powder-free surgical gloves Controlling bleeding Choosing sutures and implants carefully Keeping tissue moist Preventing infection with antibiotics given intravenously to the mother before skin incision However, despite these proactive measures, adhesion formation is a recognized complication of any abdominal or pelvic surgery. To prevent adhesions from forming after caesarean section, adhesion barrier can be put during surgery to minimize the risk of adhesions between the uterus and ovaries, the small bowel, and almost any tissue in the abdomen or pelvis. This is not current UK practice though as there is no compelling evidence to support the benefit of this intervention. Adhesions can cause long term problems, such as: Infertility, which may end when adhesions distort the tissues of the ovaries and tubes, impeding the normal passage of the egg (ovum) from the ovary to the uterus. One in five infertility cases may be adhesion related (stoval) Chronic pelvic pain, which may result when adhesions are present in the pelvis. Almost 50% of chronic pelvic pain cases are estimated to be adhesion related (stoval) Small bowel obstruction – the disruption of normal bowel flow, which can result when adhesions twist or pull the small bowel. The risk of adhesion formation is one reason why vaginal delivery is usually considered safer than elective caesarean section where there is no medical indication for section for either maternal or fetal reasons. Child Non-medically indicated (elective) childbirth before 39 weeks gestation "carry significant risks for the baby with no known benefit to the mother." Complications from elective caesarean before 39 weeks include: newborn mortality at 37 weeks may be up to 3 times the number at 40 weeks, and was elevated compared to 38 weeks gestation. These “early term” births were associated with more death during infancy, compared to those occurring at 39 to 41 weeks ("full term").Researchers in one study and another review found many benefits to going full term, but “no adverse effects” in the health of the mothers or babies. The American Congress of Obstetricians and Gynecologists and medical policy makers review research studies and find more incidence of suspected or provensepsis, RDS, hypoglycemia, need for respiratory support, need for NICU admission, and need for hospitalization > 4–5 days. In the case of caesarean sections, rates of respiratory death were 14 times higher in pre-labor at 37 compared with 40 weeks gestation, and 8.2 times higher for pre-labor caesarean at 38 weeks. In this review, no studies found decreased neonatal morbidity due to non-medically indicated (elective) delivery before 39 weeks. For otherwise healthy twin pregnancies where both twins are head down a trial of vaginal delivery is recommended at between 37 and 38 weeks. Vaginal delivery in this case does not worsen the outcome for either infant as compared with caesarean section.There is some controversy on the best method of delivery where the first twin is head first and the second is not, but most obstetricians will recommend normal delivery unless there are other reasons to avoid vaginal birth. When the first twin is not head down, a caesarean section is often recommended. Regardless of whether the twins are delivered by section or vaginally, the medical literature recommends delivery of dichorionic twins at 38 weeks, and monochorionic twins (identical twins sharing a placenta) by 37 weeks due to the increased risk of stillbirth in monochorionic twins who remain in utero after 37 weeks. The consensus is that late preterm delivery of monochorionic twins is justified because the risk of stillbirth for post-37 week delivery is significantly higher than the risks posed by delivering monochorionic twins near term (i.e., 36–37 weeks). The consensus concerning monoamniotic twins (identical twins sharing an amniotic sac), the highest risk type of twins, is that they should be delivered by caesarean section at or shortly after 32 weeks, since the risks of intrauterine death of one or both twins is higher after this gestation than the risk of complications of prematurity. In a research study widely publicized, singleton children born earlier than 39 weeks may have developmental problems, including slower learning in reading and math. Other risks include: Wet lung: Retention of fluid in the lungs can occur if not expelled by the pressure of contractions during labor. Potential for early delivery and complications: Preterm delivery may be inadvertently carried out if due-date calculation is inaccurate. One study found an increased complication risk if a repeat elective caesarean section is performed even a few days before the recommended 39 weeks. Higher infant mortality risk: In caesarean sections performed with no indicated medical risk (singleton at full term in a head-down position with no other obstetric or medical complications), the risk of death in the first 28 days of life has been cited as 1.77 per 1,000 live births among women who had caesarean sections, compared to 0.62 per 1,000 for women who delivered vaginally. Birth by caesarean section also seems to be associated with worse health outcomes later in life, including overweight or obesitas and problems in the immune system https://en.wikipedia.org/wiki/Caesarean_section

Peran perawat pada tumbuh kembang anak

Kata Pengantar Kami panjatkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkah dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah ini, yang berjudul tentang Peran Perawat Terhadap Tumbuh Kembang Anak beserta arti-artinya dengan harapan kita sebagai manusia dapat mengetahui, serta memahami bagaimana cara Merawat Anak dengan baik dan juga pentingnya bagi orang lain. Akhir kata, kami menyadari makalah ini jauh dari kesempurnaan, maka dari itu kritik maupun saran diharapkan dapat diberikan kepada pembaca untuk lebih menyempurnakan makalah ini semoga ada manfaatnya. Terima kasih. Daftar Isi Kata Pengantar………………………………………………………. Daftar Isi…………………………………………………………….. PENDAHULUAN : Latar Belakang…………………………………………... Rumusan Masalah……………………………………….. Tujuan Penulisan………………………………………… PEMBAHASAN : Peran Perawat Terhadap Tumbuh Kembang Anak……... PENUTUP : Kesimpulan……………………………………………… BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Pediatri berkenaan dengan kesehatan bayi,anak dan remaja, pertumbuhan dan perkembangannya,dan dan kesempatannya untuk mencapai potensi penuh sebagai orang dewasa. Sebagai dokter, yang memikul suatu tanggung jawab atas kemajuan fisik, mental dan emosional dari konsepsi sampai kedewasaan, dokter anak harus menaruh perhatian pada pengaruh social atau lingkungan yang mempunyai dampak besar pada kesehatan dan kesejahteraan anak dan keluarganya, serta system organ dan proses – proses biologi tertentu. Kelompok muda sering kali merupakan kelompok yang paling rentan atau dirugikan dalam masyarakat, dan oleh karena itu kebutuhan – kebutuhan mereka memerlukan perhatian khusus. Rumusan Masalah Apa Yang Dimaksud Dengan Peran Perawat Terhadap Proses Tumbuh Kembang Anak? Bagaimana Peran Perawat Terhadap Proses Tumbuh Kembang Anak ? Tujuan Penulisan Menjelaskan Pengertian Peran Perawat Terhadap Proses Tumbuh Kembang Anak. Menjelaskan Peran Perawat Terhadap Proses Tumbuh Kembang Anak. BAB II PEMBAHASAN Pengertian Peran Perawat. Keperawatan anak merupakan keyakinan atau pandangan yang dimiliki perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan pada anak yang berfokus pada keluarga (family centered care), pencegahan terhadap trauma (atraumatic care), dan manajemen kasus. Keluarga merupakan unsur penting dalam perawatan anak mengingat anak bagian dari keluarga. Kehidupan anak dapat ditentukan oleh lingkungan keluarga , untuk itu keperawtan anak harus mengenal keluarga sebagai tempat tinggal atau sebagai konstanta tetap dalam kehidupan anak (Wong, Perry & Hockenberry , 2002 ) . sebagai perawat, dalam memberikan pelayanan keperawatan anak, harus mampu memfasilitasi keluarga dalam berbagai bentuk pelayanan kesehatan baik berupa pemberian tindakan keperawatan langsung maupun pemberian pendidikan kesehatan pada anak. Selain itu, keperawatan anak perlu memperhatikan kehidupan sosial,budaya,dan ekonomi keluarga karena tingkat sosial,budaya dan ekonomi dari keluarga dapat menentukan pola kehidupan anak selanjutnya faktor-faktor tersebut sangat menentukan perkembangan anak dalam kehidupan di masyarakat. Dalam keperawatan anak,yang menjadi individu ( klien ) dalam hal ini adalah anak, anak diartikan sebagai seseorang yang berusia kurang dari delapan belas tahun dalam masa tumbuh kembang dengan kebutuhan khusus baik kebutuhan fisik,psikologis,sosial dan spiritual. Anak merupakan individu yang berada dalam satu rentang perubahan perkembangan yang dimulai dari bayi hingga remaja. Masa anak merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan yang dimulai dari bayi (0-1 tahun) usia bermain / oddler (1-2,5 tahun),prasekolah (2,5-5 tahun),ion. usia sekolah (5-11 tahun) hingga remaja (11-18 tahun). Rentang ini berbeda antara anak satu dengan yang lain mengingat latarbelakang anak berbeda.Pada anak terdapat rentang perubahan pertumbuhan dan perkembangan yaitu rentang cepat dan lambat. Dalam proses berkembang anak memiliki ciri fisik,kognitif,konsep diri,pola koping dan perilaku sosial. Peran Perawat Terhadap Tumbuh kembang Anak Pemberi perawatan Merupakan peran utama perawat yaitu memberikan pelayanan keperawatan kepada individu, keluarga,kelompok atau masyarakat sesuai dengan masalah yang terjadi mulai dari masalah yang bersifat sederhana sampai yang kompleks. Contoh peran perawat sebagai pemberi perawatan adalah peran ketika perawat memenuhi kebutuhan dasar seperti memberi makan, membantu pasien melakukan ambulasi dini. Sebagai Advocat keluarga Sebagai client advocate, perawat bertanggung jawab untuk memebantu klien dan keluarga dalam menginterpretasikan informasi dari berbagai pemberi pelayanan daninfo rmasi yang diperlukan untuk mengambil persetujuan (inform concent) atas tindakan keperawatan yang diberikan kepadanya. Peran perawat sebagai advocate keluarga dapt ditunjukkan dengan memberikan penjelasan tentang prosedur operasi yang akan di lakukan sebelum pasien melakukan operasi. Pendidik Perawat bertanggung jawab dalam hal pendidikan dan pengajaran ilmu keperawatan kepada klien, tenaga keperawatan maupun tenaga kesehatan lainya. Salah satu aspek yang perlu diperhatikan dalam keperawatan adalah aspek pendidikan, karena perubahan tingkah laku merupakan salah satu sasaran dari pelayanan keperawatan. Perawat harus bisa berperan sebagai pendidik bagi individu, keluarga, kelompok dan masyarakat. Memberi penyuluhan kesehatan tentang penanganan diare merupakan salah satu contoh peran perawat sebagai pendidik ( health educator ) Konseling Tugas utama perawat adalah mengidentifikasi perubahan pola interaksi klien terhadap keadaan sehat sakitnya. Adanya perubahan pola interaksi ini merupakan dasar dalam perencanaan tindakan keperawatan. Konseling diberikan kepada individu, keluarga dalam mengintegrasikan pengalaman kesehatan dengan pengalaman masa lalu. Pemecahan masalah difokuskan pada; masalah keperawatan, mengubah perilaku hidup sehat (perubahan pola interaksi). Kolaborasi Dalam hal ini perawat bersama klien, keluarga, team kesehatan lain berupaya mengidentfikasi pelayanan kesehatan yang diperlukan termasuk tukar pendapat terhadap pelayanan yang diperlukan klien, pemberian dukungan, paduan keahlian dan ketrampilan dari berbagai professional pemberi palayanan kesehatan. Sebagai contoh, perawat berkolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan diet yang tepat pada anak dengan nefrotik syndrome. Perawat berkolaborasi dengan dokter untuk menentukan dosis yang tepat untuk memberikan Antibiotik pada anak yang menderita infeksi Peneliti Seorang perawat diharapkan dapat menjadi pembaharu (innovator) dalam ilmu keperawatan karena ia memiliki kreativitas, inisiatif, cepat tanggap terhadap rangsangan dari lingkunganya. Kegiatan ini dapat diperoleh diperoleh melalui penelitian. Penelitian, pada hakekatnya adalah melakukan evalusai, mengukur kemampuan, menilai, dan mempertimbangkan sejauh mana efektifitas tindakan yang telah diberikan. Dengan hasil penelitian, perawat dapat mengerakan orang lain untuk berbuat sesuatu yang berdasarkan kebutuhan, perkembangan dan aspirasi individu, keluarga, kelompok dan masyarakat. Oleh karena itu perawat dituntut untuk selalu mengikuti perkembangan memanfaatkan media massa atau media informasi lain dari berbagai sumber. Selain itu perawat perlu melakukan penelitian dalam rangka mengembagkan ilmu keperawatan dan meningkatkan praktek profesi keperawatan. BAB III PENUTUP Kesimpulan. Keperawatan anak merupakan keyakinan atau pandangan yang dimiliki perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan pada anak yang berfokus pada keluarga (family centered care), pencegahan terhadap trauma (atraumatic care), dan manajemen kasus. Keluarga merupakan unsur penting dalam perawatan anak mengingat anak bagian dari keluarga.

Jumat, 21 April 2017

Gangguan pencernaan

Kata Pengantar Kami panjatkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkah dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah ini, yang berjudul tentang Sistem Pencernaan beserta arti-artinya dengan harapan kita sebagai manusia dapat mengetahui, serta memahami apa saja yang terdapat pada sistem pencernaan dan juga pentingnya bagi orang lain. Akhir kata, kami menyadari makalah ini jauh dari kesempurnaan, maka dari itu kritik maupun saran diharapkan dapat diberikan kepada pembaca untuk lebih menyempurnakan makalah ini semoga ada manfaatnya. Terima kasih. Daftar Isi Kata Pengantar…………………………………………………………………. Daftar Isi………………………………………………………………………… BAB I PENDAHULUAN ………………………………………………...... Pembahasan………………………………………………………….. Rumusan Masalah……………………………………………………. Tujuan Penulisan…………………………………………………....... Manfaat Penulisan…………………………………………………… BAB II PEMBAHASAN…………………………………………………….. 2.1. Pengertian Sistem Pencernaan………………………………………… 2.2. Saluran Sistem Pencernaan…………………………………………… 2.2.1. Rongga Mulut……………………………………………… 2.2.2. Kerongkongan……………………………………………… 2.2.3. Lambung…………………………………………………… 2.2.4. Usus Halus…………………………………………………. 2.2.5. Usus Besar…………………………………………………. 2.2.6. Rectum dan Anus………………………………………….. 2.3 Gangguan Pada Sistem Pencernaan…………………………………. 2.3.1. Radang Lambung………………………………………...... 2.3.2 Sembelit…………………………………………………… 2.3.3 Diare………………………………………………………. 2.2.4 Apendisitis………………………………………………… BAB III PENUTUPAN……………………………………………………….. 3.1 Kesimpulan…………………………………………………………… 3.2 Saran………………………………………………………………….. BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Setiap manusia memerlukan makanan untuk pertumbuhan dan perkembangannya. Makanan tersebut akan diolah dan diubah menjadi energi melalui proses pencernaan. Proses pencernaan pada manusia dibedakan menjadi dua, yaitu pencernaan mekanik dan pencernaan kimiawi. Pencernaan mekanik terjadi di rongga mulut. Pada proses ini memerlukan bantuan lidah dan gigi. Sedangkan pada pencernaan kimiawi terjadi di rongga mulut, lambung, dan usu. Proses ini memerlukan bantuan zat kimiawi yang disebut enzim. Semua makhluk hidup memerlukan makanan untuk mempertahankan hidupnya.                Fungsi utama makanan bagi tubuh adalah untuk pertumbuhan dan menjaga tubuh agar tetap sehat. Makanan yang masuk ke dalam tubuh kita akan diolah melalui proses pencernaan. Proses pencernaan adalah proses penghancuran makanan menjadi zat-zat makanan yang dapat diserap tubuh. Alat yang berfungsi untuk menghancurkan makanan ini disebut alat pencernaan. Agar makanan yang dicerna dapat diserap oleh tubuh dengan baik, maka alat pencernaan haruslah dalam keadaan sehat. Melalui alat pencernaan itulah zat-zat makanan diolah terlebih dahulu, baru kemudian diserap oleh tubuh. Rumusan Masalah Apa pengertian system pencernaan ? Apa saja saluran system pencernaan ? Apa saja gangguan system pencernaan ? Tujuan penulisan Menjelaskan pengertian system pencernaan. Menjelaskan saluran system pencernaan. Menjelaskan gangguan system pencernaan. Manfaat penulisan Tercapainya pemahaman dan dapat diterapkannya dalam bidang Anatomi Fisiologi. BAB II PEMBAHASAN Pengertian Sistem Pencernaan. Setiap manusia memerlukan makanan untuk pertumbuhan dan perkembangannya. Makanan tersebut akan diolah dan diubah menjadi energi melalui proses pencernaan. Proses pencernaan pada manusia dibedakan menjadi dua, yaitu pencernaan mekanik dan pencernaan kimiawi. Pencernaan mekanik terjadi di rongga mulut. Pada proses ini memerlukan bantuan lidah dan gigi. Sedangkan pada pencernaan kimiawi terjadi di rongga mulut, lambung, dan usus. Proses ini memerlukan bantuan zat kimiawi yang disebut enzim. Proses pencernaan adalah proses penghancuran makanan menjadi zat-zat makanan yang dapat diserap tubuh. Alat yang berfungsi untuk menghancurkan makanan ini disebut alat pencernaan. Agar makanan yang dicerna dapat diserap oleh tubuh dengan baik, maka alat pencernaan haruslah dalam keadaan sehat. Melalui alat pencernaan itulah zat-zat makanan diolah terlebih dahulu, baru kemudian diserap oleh tubuh. Saluran Sistem Pencernaan. Alat-alat pencernaan pada manusia terdiri atas: Rongga mulut (cavum oris) Kerongkongan (esofagus) Lambung (gaster) Usus halus (intestinum tenue) terdiri atas usus dua belas jari (duodenum), usus kosong (jejenum), dan usus penyerapan (ileum). Usus besar (intestinum crasum, colon) Rektum dan Anus Rongga Mulut Makanan masuk ke dalam tubuh melalui mulut. Di dalam rongga mulut terdapat gigi, lidah, dan air ludah (air liur). Ketiga komponen itu berperan untuk mencerna makanan di dalam mulut. Gigi dan lidah mencerna makanan secara mekanis. Air ludah mencerna makanan secara kimiawi. Pencernaan secara mekanis merupakan pencernaan makanan dengan cara dikunyah oleh gigi dan dibantu lidah. Sementara itu, pencernaan kimiawi merupakan pencernaan makanan yang dilakukan oleh enzim. Mulut merupakan saluran pertama yang dilalui makanan. Pada rongga mulut, dilengkapi alat pencernaan dan kelenjar pencernaan untuk membantu pencernaan makanan. Kerongkongan (Esofagus) Esofagus (Kerongkongan) merupakan saluran yang menghubungkan antara rongga mulut dengan lambung. Pada ujung saluran esophagus setelah mulut terdapat daerah yang disebut faring. Pada faring terdapat klep, yaitu epiglotis yang mengatur makanan agar tidak masuk ke trakea (tenggorokan). Fungsi esophagus adalah menyalurkan makanan ke lambung. Agar makanan dapat berjalan sepanjang esophagus, terdapat gerakan peristaltik sehingga makanan dapat berjalan menuju lambung Di pangkal leher, terdapat dua saluran, yaitu batang tenggorokan dan kerongkongan. Batang tenggorokan merupakan saluran pernapasan, sedangkan kerongkongan merupakan saluran penghubung antara rongga mulut dan lambung. Kedua saluran ini dipisahkan oleh sebuah katup. Katup akan menutup ketika sedang makan, dan akan terbuka ketika sedang bernapas. Itu sebabnya dianjurkan untuk tidak berbicara ketika sedang makan sebab dapat menimbulkan tersedak. Panjang kerongkongan kira-kira 20 cm. Kerongkongan terdiri atas otot yang lentur. Makanan yang berada di dalam kerongkongan akan didorong oleh dinding kerongkongan menuju lambung. Gerakan seperti ini disebut gerak peristaltik. Gerak peristaltik dilakukan oleh otot dinding kerongkongan. Lambung Lambung adalah kelanjutan dari esophagus, berbentuk seperti kantung. Di dalam lambung, makanan dicerna secara kimiawi dengan bantuan enzim yang disebut pepsin. Pepsin berperan mengubah protein menjadi pepton. Di dalam lambung terdapat asam klorida yang menyebabkan lambung menjadi asam. Asam klorida dihasilkan oleh dinding lambung. Asam klorida berfungsi untuk membunuh kuman penyakit dan mengaktifkan pepsin. Ketika proses pencernaan terjadi di lambung, otot-otot dinding lambung berkontraksi. Hal tersebut menyebabkan makanan akan tercampur dan teraduk dengan enzim serta asam klorida. Secara bertahap, makanan akan menjadi berbentuk bubur. Kemudian, makanan yang telah mengalami pencernaan akan bergerak sedikit demi sedikit ke dalam usus halus. Senyawa kimiawi yang dihasilkan lambung adalah : Asam HCl ,Mengaktifkan pepsinogen menjadi pepsin. Sebagai disinfektan, serta merangsang pengeluaran hormon sekretin dan kolesistokinin pada usus halus Lipase , Memecah lemak menjadi asam lemak dan gliserol. Namun lipase yang dihasilkan sangat sedikit Renin , Mengendapkan protein pada susu (kasein) dari air susu (ASI). Hanya dimiliki oleh bayi. Mukus , Melindungi dinding lambung dari kerusakan akibat asam HCl. Fungsi HCI Lambung : 1. Merangsang keluamya sekretin 2. Mengaktifkan Pepsinogen menjadi Pepsin untuk memecah protein. 3. Desinfektan 4. Merangsang keluarnya hormon Kolesistokinin yang berfungsi merangsang empdu mengeluarkan getahnya. Usus halus (intestinum tenue) Setelah dicerna di lambung, makanan masuk ke usus halus. Usus halus ini sebenarnya sangat panjang, tetapi melipat-lipat di perut kita. Usus halus terdiri atas tiga bagian, yaitu usus dua belas jari, usus kosong, dan usus penyerap. Di dalam usus dua belas jari, makanan dicerna secara kimiawi. Pencernaan itu dilakukan oleh getah empedu dan getah pankreas. Getah empedu dihasilkan oleh hati. Getah empedu berfungsi untuk mencerna lemak. Beberapa enzim yang dihasilkan getah pankreas sebagai berikut. Enzim amilase, berfungsi mengubah zat tepung menjadi gula. Enzim tripsin, berfungsi mengubah protein menjadi asam amino. Enzim lipase, berfungsi mengubah lemak menjadi asam lemak. Usus halus merupakan kelanjutan dari lambung. Usus halus memiliki panjang sekitar 6-8 meter. Usus halus terbagi menjadi 3 bagian yaitu duodenum (± 25 cm), jejunum (± 2,5 m), serta ileum (± 3,6 m). Pada usus halus hanya terjadi pencernaan secara kimiawi saja, dengan bantuan senyawa kimia yang dihasilkan oleh usus halus serta senyawa kimia dari kelenjar pankreas yang dilepaskan ke usus halus. Usus besar (intestinum crassum atau colon) Usus besar merupakan kelanjutan dari usus halus. Usus besar terdiri atas usus besar naik, usus besar melintang, dan usus besar turun. Di dalam usus besar terjadi penyerapan air dan garam-garam mineral. Selanjutnya, sisa makanan dibusukkan oleh bakteri pembusuk di dalam usus besar. Hasil pembusukan berupa bahan padat, cair, dan gas. Memiliki panjang 1,5 meter, dan berbentuk seperti huruf U terbalik. Usus besar dibagi menjadi 3 daerah, yaitu : Kolon asenden, Kolon Transversum, dan Kolon desenden. Fungsi kolon adalah : Menyerap air selama proses pencernaan. Tempat dihasilkannya vitamin K, dan vitamin H (Biotin) sebagai hasil simbiosis dengan bakteri usus, misalnya E.coli. Membentuk massa feses Mendorong sisa makanan hasil pencernaan (feses) keluar dari tubuh. Pengeluaran feses dari tubuh ddefekasi. Rektum dan Anus Bagian akhir dari saluran pencernaan berupa lubang keluar yang disebut anus. Sisa pencernaan dari usus besar dikeluarkan melalui anus. Bahan padat hasil pembusukan dikeluarkan sebagai tinja dan gas. Gas dikeluarkan berupa kentut. Sisa pencernaan yang berupa cairan disalurkan dan disaring dalam ginjal. Cairan yang tidak berguna dikeluarkan melalui lubang kemih berupa air seni. Anus merupakan lubang tempat pembuangan feses dari tubuh. Sebelum dibuang lewat anus, feses ditampung terlebih dahulu pada bagian rectum. Apabila feses sudah siap dibuang maka otot spinkter rectum mengatur pembukaan dan penutupan anus. Otot spinkter yang menyusun rektum ada 2, yaitu otot polos dan otot lurik. Gangguan Pada Sistem Pencernaan. .    Radang lambung, atau gastritis, atau lebih dikenal juga dengan penyakit maag merupakan suatu gangguan pencernaan yang umum terjadi. Pada penyakit ini terjadi suatu iritasi atau peradangan pada dinding mukosa lambung sehingga menjadi merah, bengkak, berdarah dan luka. Radang lambung dapat berupa serangan akut atau gangguan kronis. Serangan akut terjadi mendadak misalnya setelah minum alkohol, kopi, makanan berbumbu banyak atau yang susah dicerna. disebabkan oleh faktor-faktor berikut ini : Terlalu banyak makanan yang mengiritasi lambung, seperti yang pedas, asam, minuman beralkohol, obat-obatan seperti aspirin (dosis tinggi), kortison, kafein, kortikosteroid. Adanya stress dan tekanan emosional yang berlebihan pada seseorang. Adanya asam lambung yang berlebihan. Waktu makan yang tidak teratur, sering terlambat makan, atau makan berlebihan. Tertelannya substansi/zat yang korosif, seperti alkali, asam kuat, cairan pembersih kimiawi, dan lain-lain. Infeksi bakteri Gejala dari penyakit radang lambung umumnya, yaitu : Mual dan sering muntah agak asam. Pada kondisi berat lambung mungkin dapat mengelupas sehingga mengakibatkan muntah darah. perut terasa nyeri, pedih, kembung dan sesak (sebah) pada bagian atas perut. Napsu makan menurun drastis, wajah pucat, keringat dingin, pusing. Sering sendawa terutama bila dalam keadaan lapar. Sulit tidur karena gangguan rasa sakit pada daerah perut sebelah atas (ulu hati). Pada radang lambung kronis gejala yang ditunjukan lebih ringan, seringkali gejala menjadi samar, seperti tidak toleran terhadap makanan pedas atau berlemak atau nyeri ringan yang akan hilang setelah makan. Langkah-langkah yang dapat dilakukan untuk mencegah radang lambung, antara lain: konsumsi makanan yang lunak/lembut. Hindari makanan yang mengiritasi lambung, seperti pedas, asam, alkohol, kafein, rokok, dan aspirin. jangan terlambat makan atau makan berlebihan, makan sedikit-sedikit tapi sering. Usahakan buang air besar secara teratur. Mengatasi Gangguan Lambung dengan Herbal/Tanaman Obat Obat-obat gangguan lambung yang dijual bebas di warung biasanya bersifat antacid yaitu menurunkan keasaman cairan di lambung dengan cara menaikan pH, sehingga untuk sementara gejala sakit akan hilang. Namun kesembuhan tersebut bersifat sementara karena lambung masih lemah akibat erosi, serta belum seimbangnya produksi kelenjar-kelenjar lambung. Konstipasi atau sering disebut sembelit adalah kelainan pada sistem pencernaan di mana seorang manusia mengalami pengerasan feses atautinja yang berlebihan sehingga sulit untuk dibuang atau dikeluarkan dan dapat menyebabkan kesakitan yang hebat pada penderitanya. Konstipasi yang cukup hebat disebut juga dengan obstipasi. Dan obstipasi yang cukup parah dapat menyebabkan kanker usus yang berakibat fatal bagi penderitanya. Penyebab umum konstipasi atau sembelit yang berada disekitar kita antara lain: Kekurangan cairan tubuh atau dehidrasi Menderita panas dalam Stres atau depresi dan aktivitas yang cukup padat Pengaruh hormon dalam tubuh (misalnya karena menstruasi) Usus kurang elastis (biasanya karena sedang dalam masa kehamilan atau usia lanjut) Kelainan anatomis pada sistem pencernaan Gaya hidup dan pola makan yang kurang teratur (seperti diet yang buruk) Efek samping akibat meminum obat yang mengandung banyak kalsiumatau alumunium (misalnya obat antidiare, analgesik, dan antasida) Kekurangan asupan vitamin C dan kekurangan makanan berserat Merupakan gejala penyakit (misalnya (tifus dan hernia) Sering menahan rangsangan untuk buang air besar dalam jangka waktu yang lama. DIARE Diare (atau dalam bahasa kasar disebut menceret) (BM = diarea; Inggris = diarrhea) adalah sebuah penyakit di mana penderita mengalami rangsanganbuang air besar yang terus-menerus dan tinja atau feses yang masih memiliki kandungan air berlebihan. Di Dunia ke-3, diare adalah penyebab kematian paling umum kematian balita, dan juga membunuh lebih dari 2,6 juta orang setiap tahunnya. Penyabab Sebuah mikrograf elektron dari rotavirus, penyebab hampir 40% dari diare pada anak di bawah umur 5 tahun. Kondisi ini dapat merupakan gejala dari luka, penyakit, alergi (fructose,lactose), kelebihan vitamin C, dan mengonsumsi Buah-buahan tertentu. Biasanya disertai sakit perut dan seringkali mual dan muntah. Ada beberapa kondisi lain yang melibatkan tapi tidak semua gejala diare, dan definisi resmi medis dari diare adalah defekasi yang melebihi 200 gram per hari. Memakan makanan yang asam, pedas, atau bersantan sekaligus secara berlebihan dapat menyebabkan diare juga karena membuat usus kaget. Hal ini terjadi ketika cairan yang tidak mencukupi diserap oleh usus besar. Sebagai bagian dari proses digestasi, atau karena masukan cairan, makanantercampur dengan sejumlah besar air. Oleh karena itu makanan yang dicerna terdiri dari cairan sebelum mencapai usus besar. Usus besar menyerap air, meninggalkan material yang lain sebagai kotoran yang setengah padat. Bila usus besar rusak / radang, penyerapan tidak terjadi dan hasilnya adalah kotoran yang berair. Diare kebanyakan disebabkan oleh beberapa infeksi virus tetapi juga seringkali akibat dari racun bakteria. Dalam kondisi hidup yang bersih dan dengan makanan mencukupi dan air tersedia, pasien yang sehat biasanya sembuh dari infeksi virus umum dalam beberapa hari dan paling lama satu minggu. Namun untuk individu yang sakit atau kurang gizi, diare dapat menyebabkan dehidrasiyang parah dan dapat mengancam-jiwa bila tanpa perawatan. Diare dapat menjadi gejala penyakit yang lebih serius, seperti disentri, kolera ataubotulisme, dan juga dapat menjadi indikasi sindrom kronis seperti penyakit Crohn. Meskipun penderita apendisitis umumnya tidak mengalami diare, diare menjadi gejala umum radang usus buntu. Diare juga dapat disebabkan oleh konsumsi alkohol yang berlebihan, terutama dalam seseorang yang tidak cukup makan. jadi apabila mau mengkonsumsi alkohol lebih baik makan terlebih dahulu. CARA MENGATASI Perawatan untuk diare melibatkan pasien mengonsumsi sejumlah air yang mencukupi untuk menggantikan yang hilang, lebih baik bila dicampur denganelektrolit untuk menyediakan garam yang dibutuhkan dan sejumlah nutrisi. Oralitdan tablet zinc adalah pengobatan pilihan utama dan telah diperkirakan telah menyelamatkan 50 juta anak dalam 25 tahun terakhir.[1] Untuk banyak orang, perawatan lebih lanjut dan medikasi resmi tidak dibutuhkan. Diare di bawah ini biasanya diperlukan pengawasan medis: Diare pada balita Diare menengah atau berat pada anak-anak Diare yang bercampur dengan darah. Diare yang terus terjadi lebih dari 2 minggu. Diare yang disertai dengan penyakit umum lainnya seperti sakit perut,demam, kehilangan berat badan, dan lain-lain. Diare pada orang yang bepergian (kemungkinan terjadi infeksi yang eksotis seperti parasit) Diare dalam institusi seperti rumah sakit, perawatan anak, institut kesehatan mental. Apendisitis (Radang Umbai Cacing). Radang pada umbai cacing ditandai dengan sakit pada perut sebelah kanan bawah dan biasanya disertai demam. Umbai cacing (apendiks) adalah tonjolan kecil pada usus buntu (sekum). Penyakit ini disebabkan adanya makanan yang masuk di apendiks dan membusuk. Pembusukan makanan di apendiks tersebut dapat mengakibatkan radang. BAB III PENUTUPAN Kesimpulan Proses pencernaan adalah proses penghancuran makanan menjadi zat-zat makanan yang dapat diserap tubuh. Alat yang berfungsi untuk menghancurkan makanan ini disebut alat pencernaan. Agar makanan yang dicerna dapat diserap oleh tubuh dengan baik, maka alat pencernaan haruslah dalam keadaan sehat. Melalui alat pencernaan itulah zat-zat makanan diolah terlebih dahulu, baru kemudian diserap oleh tubuh. Dan ada juga gangguan system pencernaan yang dapat merusak saluran pencernaan. Saran Sebaiknya kita bisa menjaga system pencernaan kita agar tidak terkena penyakit yang membahayakan kita sendiri. (

Dokumentasi keperawatan

PENDAHULUAN Latar Belakang Perkembangan yang sangat pesat dibidang teknologi informasi berdampak terhadap dunia kesehatan, dimana penggunaan teknologi informasi dapat dimanfaatkan sebagai sarana dalam mendukung perkembangan pelayanan kesehatan. Kompilasi data estimasi pengguna Internet di Indonesia dari berbagai sumber mencapai sedikitnya 45 juta pada akhir tahun 2010 dan menurut Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) optimistik akan mencapai 60 juta terutama karena didorong oleh trend mobile access. Kompilasi data survey pasar menunjukkan Indonesia memiliki rasio kepemilikan perangkat akses internet tertinggi, kenaikan jumlah gadget paling banyak dan penurunan tarif layanan (termasuk paket data Internet) paling tajam di kawasan ASEAN. Rumusan Masalah Apa saja yang termasuk trend keperawatan ? Tujuan Masalah Untuk mengetahui trend dalam keperawatan PEMBAHASAN Definisi Trend dan Issu Keperawatan Trend dan Issu Keperawatan adalah sesuatu yang sedang d.bicarakan banyak orang tentang praktek/mengenai keperawatan baik itu berdasarkan fakta ataupun tidak, trend dan issu keperawatan tentunya menyangkut tentang aspek legal dan etis keperawatan.Saat ini trend dan issu keperawatan yang sedang banynak dibicarakan orang adalah Aborsi, Eutanasia dan Transplantasi organ manusia, tentunya semua issu tersebut menyangkut keterkaitan dengan aspek legal dan etis dalam keperawatan. Definisi Trend Trend adalah hal yang sangat mendasar dalam berbagai pendekatan analisa, tren juga dapat di definisikan salah satu gambaran ataupun informasi yang terjadi pada saat ini yang biasanya sedang popular di kalangan masyarakat.Trend adalah sesuatu yang sedang di bicarakan oleh banyak orang saat ini dan kejadiannya berdasarkan fakta Trend Dalam Keperawatan Inovasi dalam Rencana Asuhan melalui Komputerisasi Banyak perawat meyakini bahwa waktu mereka yang terbatas lebih baik dihabiskan untuk pemberian perawatan pasien di tempat tidur daripada mengisi kertas kerja. Penggunaan rencana perawatan tertulis hanya menunjukkan devisi tugas fungsional dan kewajiban menghidupkan terus menerus gagasan bahwa rencana-rencana perawatan adalah kerja sibuk, tidak berhubungan dengan pemberian asuhan. —Institusi yang menggunakan laporan dengan komputer meningkatkan jumlah perencanaan perawatan yang diberikan dan dipertahankan daripada yang terjadi sebelum komputerisasi. Kebutuhan akan Pengetahuan Keperawatan  Tahap Lanjut  Intervensi keperawatan intensif dibutuhkan untuk menagatasi peningkatan akuitas pasien dalam menghadapi lamanya dirawat yang lebih singkat didalam lingkungan medikal/bedah. Perawat membutuhkan keahlian-keahlian klinik yang lebih baik, kematangan, kemampuan berpikir kritis, keasertifan, dan ketrampilan-ketrampilan penatalaksanaan pasien untuk mengatasi peningkatan tanggung jawab ini. Program-program sertifikasi keperawatan spesialis memberikan tujuan-tujuan yang umum: untuk memberikan perlindungankonsumen, untuk memajukan pengetahuan dan kompetensi keperawatan, untuk meningkatkan otonomi keperawatan, dan untuk memperkuat kolaborasi. Abad ke-21 memasuki pasar bebas ASEAN masyarakat traadisional berubah menjadi masyarakat maju pada berbagai aspek kesehatan Masyarakat menuju modernisasi, pendidikan yang lebih tinggi, peningkatan pendapatan sadar hukum dan lebih kritis masalah kesehatan tuntutan bagi perawat untuk memenuhi kebutuhan masyarakat peningkatan mutu pelayanan. Keperawatan profesional peka budaya berwawasan luas dan menguasai IPTEK Pengembangan pendidikan keperawatan memantapkan system pelayanan. Perawatan professional menyempurnakan organisasi keperawatan pendidikan akademik registrasi dan lisensi PPNI pendidikan profesi sertifikasi AIPNI/AINEC, penerapan model praktik keperawatan keperawatan professional. Professional nurse : Nilai intelektual Pendidikan berkelaanjutan Menggunakan pengetahuan dalam berfikir secara kritis dan kreatif komitmen moral Konsep altruistic : tindakan suka rela yang dilakukan oleh seseorang atau pun kelompok orang untuk menolong orang lain tampa mengharapkan imbalan apa pun. dapat juga diartikan perbuatan yang suka menolong orang lain tanpa memperhatikan kepentingannya sendiri. Kode etik keperawatan otonomi Tanggung jawab Mandiri Tanggung gugat Pengembangan Pendidikan Keperawatan System pendidikan tinggi keperawatan sangat penting dalam pengembangan perawatan professional,pengembangan teknologi keperawatan,pembinaan profesi dan pendidikan keperawatan berkelanjuta. Akademi keperawatan merupakan pendidikan keperawatan yang menghasilkan tenaga perawatan professional di bidang keperawatan. Sampai saat ini jenjang ini masih terus ditata dalam hal sumber daya pengajarm lahan praktik dan sarana serta prasarana penunjang pendidikan. Memantapkan Sistem Pelayanan Perawatan Professional DEpartemen Kesehatan RI sampai saat ini sedang menyusun registrasi, lisensi dan sertifikasi praktik keperawatan. Selain itu semua penerapan model praktik keperawatan professional dalam member asuhan keperawatan harus segera dilakukan untuk menjamin konsumen atau klien Penyempurnaan Organisasi Keperawatan Organisasi profesi keperawatan memerlukan suatu perubahan cepat dinamis serta kemampuan mengakomodasikan setiap kepentingan individu menjadi kepentingan organisasi dan mengintregasikannya menjadi serangkaian kegiatan yang dapat dirasakan manfaatnya. Restrukturisasi organusasi keperawatan merupakan pilihan tepat guna menciptakan suatu organisasi profesi yang mandiri dan mampu menghidupi anggotanya melalui upaya jaminan kualitas kinerja dan harapan akan masa depan yang lebih baik serta meningkat. PENUTUP Kesimpulan Beberapa trend yang terjadi dalam keperawatan adalah : perawatan luka, program sertifikasi perawat keahlian khusus, berdirinya organisasi profesi keperawatan kekhususan,inovasi asuhan melalui komputerisasi, pengetahuan perawat dalam tahap lebih lanjut,masyarakat semakin mengenal teknologi,pengembangan pendidikan keperawatan menjadi perawat professional. Saran  Seluruh perawat agar meningkatkan pemahamannya terhadap berbagai trend dan isu keperawatan medikal bedah di Indoesia sehingga dapat dikembangkan dalam tatanan layanan keperawatan

Kamis, 20 April 2017

Kekurangan energi protein

BAB I
PENDAHULUAN
A.     Latar Belakang
Kekurangan Energi Protein (KEP) akan terjadi manakala kebutuhan tubuh akan kalori, protein atau keduanya, tidak tercukupi dengan diet. Kedua bentuk defisiensi ini tidak jarang berjalan bersisian, meskipun salah satu lebih dominan ketimbang yang lain. Sindrom kwashiorkor terjelma manakala defisiensi lebih menampakkan dominasi protein, dan marasmus termanifestasi jika terjadi kekurangan energy yang parah. Kombinasi kedua bentuk ini, marasmik-kwasiorkor, juga tidak sedikit, meskipun sulit menentukan kekurangan apa yang lebih dominan.
Kekurangan energi protein dikelompokkan menjadi KEP primer dan sekunder. Ketiadaan pangan melatarbelakangi KEP primer yang mengakibatkan berkurangnya asupan. Penyakit yang mengakibatkan pengurangan asupan, gangguan serapan dan utilisasi pangan, serta peningkatan kebutuhan (dan/atau kehilangan) akan zat gizi dikategorikan sebagai KEP sekunder.
Keparahan KEP berkisar dari hanya penyusutan berat badan, atau terlambat tumbuh, sampai ke sindrom klinis yang nyata, dan tidak jarang berkaitan dengan defisiensi vitamin, serta mineral.
Setidaknya, ada 4 faktor yang melatarbelakangi KEP, yaitu : masalah sosial, ekonomi, biologi, dan lingkungan. Kemiskinan, salah satu determinan social-ekonomi, merupakan akar dari ketiadaan pangan, tempat mukim yang berjejalan, kumuh dan tidak sehat serta ketidakmampuan mengakses fasilitas kesehatan. Ketidaktahuan, baik yang berdiri sendiri maupun yang berkaitan dengan kemiskinan, menimbulkan salah paham tentang cara merawat bayi dan anak yang benar, juga salah mengerti mengenai penggunaan bahan pangan tertentu dan cara member makan anggota keluarga yang sedang sakit. Hal lain yang juga berpotensi menumbuhsuburkan KEP dikalangan bayi dan anak adalah penurunan minat dalam member ASI yang kemudian diperparah pula dengan salah persepsi tentang cara menyapih. Selain, distribusi pangan dalam keluarga terkesan masih timpang.




Rumusan Masalah
Apa yang dimaksud dengan Kekurangan Energi Protein ?
Bagaimana klasifikasi kekurang energi protein?
Apa jenis jenis kekurangan energi protein?
Apa penyebab kekurangan energy protein ?
Bagaimana gejala kekurangan energi protein?
Faktor apa yang mempengaruhi kekurangan energi protein?
Bagaimana upaya penanggulangannya?

Tujuan Penulisan
Untuk mengetahui arti kekurangan energi protein.
Untuk mengetahui klasifikasi kekurangan energi protein.
Untuk mengetahui jenis- jenis kekurangan energi protein.
Untuk mengetahui penyebab kekurangan energi protein.
Untuk mengetahui gejala kekurangan energi protein.
Untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi kekurangan energi protein.
Untuk mengetahui upaya penanggulangannya.


















BAB II
PEMBAHASAN

Pengertian Kurang Energi Protein (KEP)

Kurang Energi Protein (KEP) adalah seseorang yang kurang gizi yang disebabkan oleh rendahnya komsumsi energi dan protein dalam  makanan sehari-hari atau gangguan penyakit –penyakit tertentu. Anak tersebut kurang energi protein (KEP) apabila berat badanya kurang dari 80 % indek berat badan/umur baku standar,WHO –NCHS, (DEPKES RI,1997).
Kurang energi protein (KEP) yaitu seseorang yang kurang gizi yang disebabkan oleh rendahnya konsumsi energi protein dalam makan sehari-hari dan atau gangguan penyakit tertentu sehingga tidak memenuhi angka kecukupan gizi (AKG). Kurang energy protein merupakan keadaan kurang gizi yang disebakan oleh rendahnya konsumsi energi dan protein dalam makanan sehari-hari sehingga tidak memenuhi angka kecukupan gizi (Depkes 1999). KEP itu sendiri dapat digolongkan menjadi KEP tanpa gejala klinis dan KEP dengan gejala klinis. Secara garis besar tanda klinis berat dari KEP adalah Marasmus, Kwashiorkor, dan Marasmus-Kwashiorkor.
Sedangkan menurut Jellife (1966) dalam Supariasa, I.D.Nyoman (2002) dikatakan bahwa KEP merupakan istilah umum yang meliputi malnutrition, yaitu gizi kurang dan gizi buruk termasuk marasmus dan kwashiorkor.

Klasifikasi Kurang Energi Protein (KEP)
Untuk tingkat puskesmas penentuan KEP yang dilakukan dengan menimbang berat badan anak dibanding dengan umur dan menggunakan KMS dan tabel BB/U Baku Median WHO – NCHS.
KEP ringan bila hasil penimbangan berat badan pada KMS terletak pada pita kuning.
KEP sedang bila hasil penimbangan berat badan pada KMS terletak di Bawah Garis Merah ( BGM ).
KEP berat/gizi buruk bila hasil penimbangan BB/U < 60 % baku median WHO-NCHS.

Jenis-jenis kekurangan energi protein
Kwashiorkor
Kwashiorkor merupakan keadaan kekurangan nutrisi terutama kekurangan protein. Umumnya keadaan ini terjadi akibat kurangnya asupan gizi yang sering terjadi di negara berkembang atau pada daerah yang mengalami embargo politik. Daerah yang sangat terpencil juga merupakan salah satu faktor terjadinya kondisi kwashiorkor. Individu yang mengalami kwashiorkor dapat mengalami berbagai macam manifestasi atau gejala antara lain: penurunan berat badan, penurunan massa otot, diare, lemah lesu, perut buncit, bengkak pada tungkai, perubahan warna rambut, dan lain-lain.
Marasmus
Kekurangan energi marasmus merupakan suatu keadaan kekurangan energi protein akibat rendahnya asupan karbohidrat. Keadaan ini sering kali ditemukan dan angka kejadiannya mencapai 49% pada kurang lebih 10 juta anak di bawah 5 tahun yang mengalami kematian di negara berkembang, sedangkan di negara maju angka kejadiannya tidak begitu tinggi.
Adanya kondisi fisik yang tidak baik merupakan salah satu faktor risiko terjadinya kekurangan karbohidrat pada anak-anak. Kondisi fisik tersebut antara lain adalah penyakit jantung bawaan, retardasi mental, penyakit kanker, infeksi kronis, keadaan yang mengharuskan anak dirawat lama di rumah sakit. Anak akan tampak lesu dan tidak bersemangat, diare kronis, berat badan tidak bertambah.

Marasmus kwashiorkor
Pada kekurangan energi marasmus kwashiorkor terdapat kekurangan energi kalori maupun protein. Mengapa ada anak yang jatuh ke dalam keadaan kwashiorkor, marasmus, atau marasmus kwashiorkor masih belum jelas dan masih membutuhkan penelitian yang lebih lanjut. Namun semua bentuk kekurangan energi protein pada anak-anak ini disebabkan oleh asupan makanan bergizi yang tidak adekuat atau adanya kondisi fisik tubuh yang mengakibatkan makanan yang dikonsumsi tidak dapat diserap dan digunakan oleh tubuh selain adanya keadaan metabolisme yang meningkat yang disebabkan mungkin oleh penyakit kronis atau penyakit keganasan.

Penyebab Kekurangan Energi Protein
Penyebab langsung dari KEP adalah defisiensi kalori maupun protein dengan berbagai gejala-gejala. Sedangkan penyebab tidak langsung KEP sangat banyak sehingga penyakit ini sering disebut juga dengan kausa multifaktorial. Salah satu penyebabnya adalah keterkaitan dengan waktu pemberian Air Susu Ibu (ASI) dan makanan tambahan setelah disapih.
Selain itu, KEP merupakan penyakit lingkungan, karena adanya beberapa factor yang bersama-sama berinteraksi menjadi penyebab timbulnya penyakit ini, antara lain yaitu factor diet, factor social, kepadatan penduduk, infeksi, kemiskinan, dan lain-lain. Peran diet menurut konsep klasik terdiri dari dua konsep. Pertama yaitu diet yang mengandung cukup energy, tetapi kurang protein akan menyebabkan anak menjadi penderita kwashiorkor, sedangkan konsep yang kedua adalah diet kurang energy walaupun zat gizi (esensial) seimbang akan menyebabkan marasmus. Peran factor social, seperti pantangan untuk menggunakan bahan makanan tertentu yang sudah turun temurun dapat mempengaruhi terjadinya KEP. Ada pantangan yang berdasarkan agama, tetapi ada juga pantangan yang berdasarkan tradisi yang sudah turun temurun, tetapi kalau pantangan tersebut berdasarkan agama, maka akan sulit untuk diatasi. Jika pantangan berdasarkan pada kebiasaan atau tradisi, maka dengan pendidikan gizi yang baik dan dilakukan dengan terus-menerus hal ini akan dapat diatasi.
Menurut Ngastiyah, 1997 faktor-faktor penyebab kurang energi protein dibagi menjadi dua, yaitu :
 Primer
Susunan makanan yang salah
Penyedia makanan yang kurang baik
Kemiskinan
Ketidaktahuan tentang nutrisi
Kebiasan makan yang salah.
Sekunder
Gangguan pencernaan (seperti malabsorbsi, gizi tidak baik,     kelainan struktur saluran).
Gangguan psikologis.

Gejala Kekurangan Energi Protein
Menurut Departemen Kesehatan RI dalam tata buku pedoman Tata Laksana KEP pada anak di puskesmas dan di rumah tangga, KEP berdasarkan gejala klinis ada 3 tipe yaitu KEP ringan, sedang, dan berat (gizi buruk). Untuk KEP ringan dan sedang, gejala klinis yang ditemukan hanya anak tampak kurus. Gejala klinis KEP berat/gizi buruk secara garis besar dapat dibedakan sebagai marasmus, kwashiorkor dan marasmus-kwashiorkor.
Gejala :
Kwashiokor
Oudema,umumnya seluruh tubuh,terutama pada pada punggung kaki (dorsum pedis )
Wajah membulat dan sembab
Pandangan mata sayu
Rambut tipis, kemerahan seperti warna rambut jagung, mudah dicabut tanpa rasa sakit,rontok
Perubahan status mental, apatis dan rewel
Pembesaran hati
Otot mengecil(hipotrofi), lebih nyata bila diperiksa pada posisi berdiri atau duduk
Kelainan kulit berupa bercak merah muda yang meluas dan berubah warna menjadi coklat kehitaman dan terkelupas
Sering disertai penyakit infeksi, umumnya akut,anemia dan diare.
Marasmus
Tampak sangat kurus,tinggal tulang terbungkus kulit
Wajah seperti orang tua
Cengeng rewel
Kulit keriput,jaringan lemak subkutis sangat sedikit sampai tidak ada (pakai celana longgar )
Perut cekung
Iga gambang
Sering disertai penyakit infeksi( umumnya kronis berulang), diare kronis atau konstipasi/susah buang air.

Marasmik- kwashiorkor
Gambaran klinik merupakan campuran dari beberapa gejala klinik kwashiorkor dan marasmus, dengan BB/U< 60 % baku median WHO-NCHS disertai oedema yang tidak mencolok.(DEPKES RI. 1999).

Faktor – faktor Yang Mempengaruhi Kekurangan Energi Protein (KEP) :
Pendapatan Keluarga Perkapita
Komsumsi makanan yang berkurang sering dialami oleh penduduk yang berpendapatan rendah.Hal ini disebabkan oleh daya beli keluarga yang rendah. Pendapatan keluarga akan mempengaruhi pola pengeluaran komsumsi keluarga. Tingkat pendapatan yang nyata dari keluarga menentukan jumlah dan kualitas makanan yang diperoleh (Suhardjo,1989).
Masalah komsumsi pangan, rata- rata komsumsi energi dan protein secara nasional meningkat dengan tajam. Pada tahun 1984 rata – rata komsumsi energy perkapita 1798 kalori,meningkat menjadi 1905 kalori pada tahun 1990 dan menjadi 1962 kalori pada tahun 1995. Sedangkan dalam kurun waktu yang sama rata – rata komsumsi protein meningkat menjadi dari 43,3 gram,45,4 dan 49,2 perkapita/ hari. (SKPG. 1998)
Pendidikan
Pendidikan adalah usaha sadar dan sistematis yang berlangsung seumur hidup dalam rangka mengalihkan pengetahuan oleh seseorang kepada orang lain (Siagian,1991). Pendidikan terutama pendidikan ibu berpengaruh sangat kuat terhadap kelangsungan anak dan bayinya. Pada masyarakat dengan rata –rata pendidikan rendah menunjukan prevalensi gizi kurang yang tinggi dan sebaliknya pada masyarakat yang pendidikannya cukup tinggi prevalensi gizi kurangnya rendah( Abunain,1988)
Pekerjaan
Anak nelayan tradisional mempunyai resiko menjadi kurang gizi tiga kali lebih besar dibanding pada anak peternak, petani pemilik lahan, ataupun tenaga kerja terlatih. Hal penelitian ini juga menunjukan bahwa pengelompokan pekerjaan yang terlalu umum misalnya nelayan saja bisa mengatur pertumbuhan peranan factor pekerjaan orang tua terhadap resiko anak mereka untuk menderita kurang gizi, resiko kurang gizi pada anak nelayan tradisional tiga kali lebih besar dibanding anak nelayan yang punya perahu bermotor. Efek ganda ( interaksi ) dari berbagai faktor sosial ekonomi dalam menyebabkan jatuhnya seorang anak pada keadaan kurang gizi perlu diperhitungkan (Mc Lean, W.1984).
Keadaan Sanitasi Lingkungan
Faktor utama yang mempengaruhi kesehatan anak dan juga kesehatan orang dewasa adalah tersedianya air bersih dan sanitasi yang aman. Semua ini bukan saja penting untuk kesehatan dan kesejahteraan manusia,tetapi juga sangat membantu bagi eman sipasi kaum wanita dari beban kerja berat yang mempunyai dampak yang merusak terhadap anak – anak, terutama anak- anak perempuan. Kemajuan dalam kesehatan anak tidak mungkin dipertahankan jika sepertiga dari anak- anak didunia ketiga tetap tidak menikmati sarana sanitasi yang layak.
Berdasarkan pengalaman pada 10 tahun yang lalu,termasuk inovasi yang banyak jumlahnya dalam tehnik dan tekhnologi-tekhnologi yang sederhana dan murah untuk menyediakan air bersih dan sarana sanitasi yang aman didaerah pedesaan dan perkampungan kumuh dikota,kini patut dan layak melalui tindakan nasional bersama dan kerjasama internasional untuk menyediakan air minum yang amam dan sarana pembuangan kotoran manusia yang aman untuk semua (DEPKES RI,1990).

Program penanggulangan KEP
Pelayanan gizi balita KEP pada dasarnya setiap balita yang berobat atau dirujuk ke rumah sakit dilakukan pengukuran berat badan, tinggi badan dan lila untuk menentukan status gizinya, selain melihat tanda-tanda klinis dan laboratorium. Penentuan status gizi maka perlu direncanakan tindakan sebagai berikut :
Adapun penanggulangan pada penderita KEP yaitu :
Jangka pendek
Upaya pelacakan kasus melalui penimbangan bulanan di posyandu
Rujukan kasus KEP dengan komplokasi pengakit di RSU
Pemberian ASI Eklusif untuk bayi usia 0-6 bulan
Pemberian kapsul vitamin A
Pemberian makanan tambahan (PMP)
Pemulihan bagi balita gizi buruk dengan lama pemberian 3 bulan
Memberikan makanan pendamping ASI (MP-ASI) bagi balita keluarga miskin usia6-12 bulan
Promosi makanan sehat dan bergizi

Jangkah menengah
Revitalisasi Posyandu
Revitalisasi Puskesmas
Revitalisasi Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi

Jangkah panjang
Pemberdayaan masyarakat menuju Keluarga Sadar Gizi (Kadarzi)
Integrasi kegiatan lintas sektoral dengan program penanggulangan kemiskinan dan ketahanan pangan.

Penanggulangan Kekurangan Energi Protein (KEP ) juga dapat dilakukan dengan meningkatkan asupan protein. Secara umun dikenal dua jenis protein yaitu protein yang berasal dari hewan dan protein nabati yang berasal dari tumbuhan. Protein hewani dapat diperoleh dari berbagai jenis makanan seperti ikan, daging, telur dan susu. Protein nabati terutama berasal dari kacang-kacangan serta bahan makanan yang terbuat dari kacang (Elly Nurachmah, 2001:15).
















BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Kurang Energi Protein (KEP) adalah seseorang yang kurang gizi yang disebabkan oleh rendahnya komsumsi energi dan protein dalam  makanan sehari-hari atau gangguan penyakit –penyakit tertentu. Anak tersebut kurang energi protein (KEP) apabila berat badanya kurang dari 80 % indek berat badan/umur baku standar,WHO –NCHS.
KEP adalah defisiensi kalori maupun protein dengan berbagai gejala-gejala. Sedangkan penyebab tidak langsung KEP sangat banyak sehingga penyakit ini sering disebut juga dengan kausa multifaktorial. Salah satu penyebabnya adalah keterkaitan dengan waktu pemberian Air Susu Ibu (ASI) dan makanan tambahan setelah disapih.
Menurut Departemen Kesehatan RI dalam tata buku pedoman Tata Laksana KEP pada anak di puskesmas dan di rumah tangga, KEP berdasarkan gejala klinis ada 3 tipe yaitu KEP ringan, sedang, dan berat (gizi buruk). Untuk KEP ringan dan sedang, gejala klinis yang ditemukan hanya anak tampak kurus. Gejala klinis KEP berat/gizi buruk secara garis besar dapat dibedakan sebagai marasmus, kwashiorkor dan marasmus-kwashiorkor.

Saran
Mencegah lebih baik daripada mengobati.Istilah ini sudah sangat lumrah di kalangan kita.Oleh karena itu, untuk mencegah terjadinya KEP, maka yang harus kita ubah mulai sekarang adalah pola hidup dan pola makan yang sehat dan teratur, dengan memperhatikan gizi yang seimbang serta juga memperhatikan lingkungan yang sehat sehingga dapat menunjang kedepannya. Jika kita membiasakan hidup sehat, maka kita tidak akan mudah terserang penyakit.







Daftar Pustaka

https://www.google.com/#q=kekurangan+energi+protein
https://scholar.google.com/scholar?q=kekurangan+energi+protein&hl=en&as_sdt=0&as_vis=1&oi=scholart&sa=X&ei=2iXIVLXMCpD28QXiwYDYBw&ved=0CBoQgQMwAA
http://artikelkesmas.blogspot.com/2014/09/kep-kekurangan-energi-protein.html
http://adf.ly/2047278/int/http://asuhankeperawatan4u.blogspot.com/2012/07/penyakit-kep-atau-protein-energy.html
http://eki-jatmiko.blogspot.com/2012/05/faktor-faktor-penyebab-penyakit-kep.html

Penyakit Sars

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada pertengahan Maret 2003, WHO menyatakan kewaspadaan global terhadap penyakit SARS (severe acute Respiratory Syndrome). Setelah kasus Sars pertama pada bulan November 2002 di Provinsi Buangdong, Cina, Penyakit ini dalam waktu singkat telah menyebar dari cina daratan ke Hongkong kemudian ke tempat lain di Dunia dalam menimbulkan kepanikan diberbagai tempat. WHO melaporkan sampai bulan juli 2003 telahh terjadi 8.442 kasus Sars di 30 Negara dengan 812 kematian. WHO merekomendasikan setiap orang yang menderita demam panas mendadak untuk menunda perjalanan sampai sehat kembali dari Negara terjangkit  seperti Kanada (Toronto), Singapura, Cina (beijing,Buangdong,Hongkong,Shaxi dan Taiwan) serta vietnam (Hanoi).
WHO melaporkan bahwa 30% kasus SARS terjadi pada petugas kesehatan. Penularan sars terjadi karena kontak pada saat merawat penderita. Disamping itu resiko penularan dapat  terjadi pada penderita lain yang sedangkan dirawat di rumah sakit, anggota keluarga serumah, orang yang menjaga penderita maupun tamu penderita.

B. Rumusan Masalah
1. Apakah Pengertian Penyakit Sars ?
2. Apakah penyebab dari Penyakit Sars ?
3. Bagaimanakah Gejala-gejala dari Penyakit Sars ?
4. Bagaimanakah Penularan dari Penyakit SARS?
5. Bagaimanakah pencegahan dari Penyakit SARS?
6. Bagaimanakah Pengobatan dari Penyakit SARS?
7. Bagaimanakah Diagnosis dari Penyakit SARS ?
8. Dimana sajakah Penyakit SARS Terjangkit dan tingkat kematiannya ?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian Penyakit SARS.
2. Untuk mengetahui Penyebab dari Penyakit SARS.
3. Untuk mengetahui Gejala-gejala dari Penyakit SARS.
4. Untuk mengetahui Penularan dari Penyakit SARS.
5. Untuk mengetahui pencegahan dari Penyakit SARS.
6. Untuk menngetahui pengibatan dari Penyakit SARS.
7. Untuk mengetahui Diagnosis dari Penyakit SARS.
8. Untuk mengetahui dimana saja terjangkit Penyakit SARS.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Pengertian Penyakit SARS.
SARS sendiri adalah kepanjangan dari Severe Acute Respiratory Syndrome, yakni suatu infeksi saluran pernafasan yang mengancam jiwa pemicunya sendiri adalah coronavirus yang berhubungan dengan SARS. Penyakit ini pertama kali ditemukan di China pada tahun 2002 silam yang kemudian penyebarannya merambat begitu cepat hingga ke Hongkong dan mulai menyebar keberbagai belahan dunia yang menjangkit masyarakat dilebih dari 20 negara.
Tercatat hingga tahun 2003 penyebaran penyakit ini telah menjangkit 8069 jiwa dan 775 jiwa diantaranya meninggal dunia. Para ahli meyakini SARS ini pertama kali berkembang pada tubuh hewan. Hal ini didasarkan pada temuan mereka akan virus yang sama yang ditemukan didalam tubuh musang. Di China sendiri musang ini dikonsumsi sebagai bahan makanan ketika keadaan terdesak. Sementara di Indonesia sendiri sampai dengan 16 Juni 2003 telah ditemukan sebanyak 7 kasus suspect dan 2 kasus probable SARS dari jumlah 112 pasien yang berobat karena khawatir dirinya menderita SARS.
2.2. Penyebab Penyakit SARS
Para ilmuwan kian meyakini bahwa virus dari ras corona ini adalah penyebab SARS. Ilmuwan dari Hongkong mengaku bahwa mereka telah berhasil menunjukan dengan tepat virus corona tersebut setelah mengidentifikasi bagian kecil dari sampel DNA dari pasien yang terjangkit SARS. Selain itu studi yang dibuktikan oleh ilmuwan lain adalah penyakit SARS ini disebabkan oleh virus corona dan paramoxviridae.
Sejatinya kedua macam virus ini telah sejak lama ada, hanya saja gejalanya tidak seganas dan separah seperti saat ini. Coronavirus selama ini dikenal sebagai virus yang menyebabkan penyakit demam flu, diare dan radang paru-paru, sementara virus paramoxyviridae adalah virus penyebab parainfluenza. Kesimpulan sementara yang didapat oleh para ilmuwan mengungkapkan virus penyebab SARS saat ini adalah hadirnya virus baru sebagai hasil dari mutasi coronavirus.
Adapun faktor pemicu ganasnya hasil mutasi virus ini adalah karena lingkungan hidup yang mulai rusak akibat ulah manusia dan kenaikan populasi manusia yang terus meningkat. Sama halnya dengan manusia yang akan berupaya melakukan segala cara untuk dapat bertahan hidup, begitu pula yang terjadi dengan virus ini yang mencoba beradaptasi untuk dapat bertahan hidup sekalipun harus dengan menyerang manusia.
Serupa dengan virus lainnya, coronavirus ini menyebar lewat udara dan masuk melalui saluran pernapasan kemudian bersarang diparu-paru. Jika kehadirannya tidak disadari maka dalam kurun waktu sekitar dua hingga sepuluh hari akan membuat paru-paru menjadi meradang, dan bernafas menjadi kian sulit. Selain melalui udara penularan yang cepat adalah penularan secara langsung, adanya kontak dengan pasien yang terinfeksi SARS seperti mengobrol ataupun bersin akan lebih mudah menyebar karena cairan ludah saat pasien berbicara atau bersin akan langsung masuk ketubuh dan menyebar ditubuh anda. Untuk itu, ada baiknya jaga kontak atau jarak dari pasien yang menderita SARS agar anda tidak ikut terjangkit.

2.3. Gejala Penyakit SARS
Gejala penyakit SARS yang mungkin terjadi biasanya berupa demam dengan suhu badan lebih dari 38 derajat selsius disertai dengan napas yang terasa pendek, batuk kering, sesak napas, otot yang terasa nyeri, hilangnya selera makan, kepala yang terasa sakit, diare dan perasaan yang terus menerus gelisah. Jika penyakit ini sudah terjadi, orang bisa disebut suspect SARS. Namun apabila gangguan ini terjadi setelah menderita gangguan pernapasan maka orang tersebut bisa disebut dengan probable SARS atau bisa diduga menderita SARS.
Lantas apakah ketika suhu tubuh diatas 38 derajat selsius dan sempat melakukan kontak langsung dengan pasien SARS, kemudian secara otomatis divonis terkena SARS? Tidak selalu. Ini baru digolongkan suspect SARS. Untuk menyimpulkan seseorang positif tekena penyakit SARS diperlukan medical checkup oleh dokter, setelah itu barulah bisa diputuskan apakah orang tersebut menderita SARS atau tidak.
Ada beberapa gejala SARS yang bisa dibaca secara medis seperti radang paru-paru, trombosit darah yang terus menurun setelah melakukan kontak dengan penderita SARS dan limfosit yang ikut menurun, selain itu jika sudah berat oksigen dalam darah akan ikut menurun dan enzim hati akan meningkat. Meski beberapa gejala ini dicurigai sebagai gejala SARS, namun semua gejala ini sewaktu-waktu bisa berubah, dan penelitian terhadap gejala-gejala ini masih terus dilakukan hingga saat ini. Untuk itu anda tidak bisa menebak-nebak kemudian memvonis diri atau orang lain yang mengalami gejala ini dikatakan positif menderita SARS.

2.4. Penularan Penyakit SARS
SARS ini amat menular dan menyebar dari orang ke orang dengan cepat, karena penyebarannya bisa melalui droplet saluran pernapasan atau melalui kontak langsung dengan pasien yang terinfeksi. Penularan melalui udara, seperti misalkan penyebaran udara, ventilasi, berada dalam satu kendaraan atau gedung yang sama. Hingga saat ini waktu penularan dari individu ke individu lainnya belum diketahui dengan jelas. Untuk sementara waktu penularannya adalah mulai saat terdapat demam atau tanda-tanda gangguan pernapasan hingga sakitnya ini dikatakan sembuh.
Penularan Penyakit SARS ke beberapa Negara
Epidemi SARS menjadi perhatian publik pada Februari 2004 ketika seorang pengusaha asal Amerika yang berangkat dari Tiongkok menderita gejala yang mirip dengan pneumonia dalam penerbangan menuju Singapura. Pesawat terpaksa mendarat di Hanoi, Vietnam, di mana korban meninggal di rumah sakit. Beberapa dokter dan perawat yang mencoba menyembuhkannya perlahan-lahan menderita penyakit yang sama walaupun prosedur dasar rumah sakit telah diterapkan. Beberapa dari mereka meninggal. Gejala yang ganas dan infeksi yang diderita oleh staf rumah sakit menggemparkan otoritas kesehatan sedunia yang takut akan munculnya epidemi pneumonia baru. Pada 12 Maret 2003, WHO mengeluarkan sebuah peringatan global yang juga diikuti dengan peringatan kesehatan yang dikeluarkan oleh Pusat Pengontrolan Penyakit dan Pencegahan (CDC) Amerika Serikat.
Penyebaran SARS secara lokal terjadi di Toronto, Singapura, Hanoi, Taiwan, Hong Kong, dan provinsi Guangdong serta Shanxi di Tiongkok. Di Hong Kong grup pertama yang menderita SARS keluar dari rumah sakit pada 29 Maret 2003. SARS menyebar di Hong Kong melalui seorang dokter daratan Tiongkok tepatnya di lantai 9 Hotel Metropole di Peninsula Kowloon yang menginfeksi 16 pengunjung hotel. Para pengunjung ini kemudian pergi ke Singapura dan Toronto sehingga menyebarkan SARS di lokasi tersebut.
Pusat Pengontrolan Penyakit (CDC) yang berbasis di Atlanta mengumumkan pada awal April mengenai keyakinan bahwa sebuah jenis virus corona, jenis yang kemungkinan tidak pernah terlihat pada manusia, merupakan perantara menular yang bertanggung jawab terhadap penularan SARS. [3] Transmisi penyakit itu hingga kini belum dapat diketahui secara pasti. Ada anggapan bahwa ia menyebar melalui penghirupan cairan yang dikeluarkan oleh si penderita ketika dia batuk atau bersin. Otoritas kesehatan juga menyelidiki kemungkinan penyebaran lewat udara yang dapat meningkatkan potensi keganasan penyakit.
Kemungkinan penderita SARS menjadi asymptomatic, artinya si penderita bisa menularkan penyakit tanpa mengalami gejala jasmani sehingga dapat menyebar di sebuah populasi tanpa terdeteksi sangat kecil, menurut pejabat WHO. "Apabila penderita asymptomatic memainkan peranan penting, kami mampu mengetahuinya hinga sekarang," ujar juru bicara WHO Dick Thompson kepada Reuters pada April 2004.

2.5. Pencegahan Penyakit SARS
Cara yang terbaik untuk mencegah suatu penyakit adalah menghindari kemungkinan dan sumber penyakit itu sendiri. Begitupun dengan tindakan pencegahan untuk penyakit SARS. Hindari tempat atau area terjadinya kasus SARS seperti daerah pembawa wabah penyakit SARS atau tempat ditemukannya korban yang terinfeksi SARS. Selain itu, hindari kontak intensif dengan orang-orang yang menderita dan terinfeksi SARS dengan alasan apapun karena kontak langsung adalah salah satu penyebaran paling umum yang ditemukan dari para penderitan penyakit ini.
Virus memiliki peranan yang menguntungkan dan merugikan untuk kehidupan manusia. Virus yang berperan menguntungkan, diantaranya dapat dijadikan sebagai antitoksin untuk dapat melemahkan bakteri dan untuk reproduksi vaksin. Sementara itu virus yang merugikan tentunya akan mendatangkan penyakit bagi manusia dan mahluk hidup lainnya.
Kita memang tidak tahu virus yang beredar dilingkungan apakah menguntungkan atau merugikan. Namun meski begitu hal yang paling penting untuk mencegah penyebaran penyakit akibat virus adalah dengan menjaga pola hidup untuk tetap sehat. Pola hidup seperti ini bisa mulai diterapkan dengan melakukan hal-hal kecil seperti membiasakan mecuci tangan sebelum dan setelah beraktifitas terutama setelah menyentuh benda. Pencegahan lainnya, anda bisa mulai mengenakan masker untuk mencegah penyebaran virus SARS yang mengotori udara.

2.6. Pengobatan Penyakit SARS
Saat ini penggunaan obat yang dianjurkan oleh para medis yang menangani penyakit SARS adalah dengan pemberian antibiotik yang bisa digunakan untuk mengobati pneumonia atipikal yang serius bagi para penderita SARS. Namun apabila pemberian obat ini tidak membuahkan respon setelah berhari-hari, hendaknya penderita diberikan kombinasi obat-obatan seperti oseltamivir atau ribavirin beserta steroid sekaligus, namun tentunya resep ini harus berdasarkan anjuran dokter agar dosisnya disesuaikan dengan kondisi pasien.
Itulah dia pengetahuan mengenai SARS (Severe Acute Respiratory Syndrome) dan acara pencegahannya. Hingga kini para ilmuwan telah melampaui tahapan penemuan virus SARS sehingga mereka dapat berkonsentrasi untuk menemukan cara mendiagnosa, mencegah dan mengobati wabah ini secara tuntas sehingga dokter dapat mengkonfirmasi pada pasien yang terinfeksi virus mematikan ini. Meski belum didapatkan secara pasti obat atau penangkal yang mampu melawan virus ini, namun untuk mengurangi jumlah pasien yang terinfeksi ada baiknya jika kita mulai menjaga kesehatan dan mulai menjalankan pola hidup yang sehat.
2.7. Diagnosis Penyakit SARS
Sebuah kasus SARS dapat di identifikasi ketika seorang pasien yang mengalami:
salah satu dari gejala-gejala termasuk demam dengan suhu 38 °C atau lebih dan pernah mengalami
Kontak dengan seseorang yang didiagnosis mengidap SARS pada kurun waktu 10 hari terakhir ATAU
mengunjungi salah satu dari daerah yang teridentifikasi oleh WHO sebagai area dengan transmisi lokal SARS (daerah itu pada 10 Mei 2003 adalah sebagian kawasan Tiongkok, Hong Kong, Singapura dan provinsi Ontario, Kanada).

Sebuah kasus kemungkinan SARS mempunyai gejala-gejala di atas berikut hasil sinar-X pada dada yang positif menderita atypical pneumonia atau sindrom pernapasan panik.

Dengan kemajuan tes diagnosis coronavirus yang menyebabkan SARS, WHO telah menambah kategori "SARS menurut hasil laboratorium" untuk pasien yang sebenarnya masuk kategori "kemungkinan" namun belum/tidak mengalami perubahan pada sinar x di dada tetapi hasil diagnosis laboratorium positif menderita SARS menurut salah satu dari tes yang diperbolehkan (ELISA, immunofluorescence atau PCR).

2.8. Tempat – Tempat Yang Terjangkit Penyakit SARS dan Tingkat Kematiannya.
Dibawah ini adalah Jumlah Kasus Kematian Akibat Penyakit SARS di Seluruh Dunia.




Tingkat kematian bervariasi di setiap negara dan organisasi peliput. Pada awal Mei, supaya konsisten dengan metrik yang sama pada penyakit lain, WHO dan CDC AS mengutip 7%, atau jumlah kematian dibagi dengan kasus kemungkinan, sebagai tingkat kematian SARS. Yang lainnya lebih setuju dengan figur 15% yang didapat dari jumlah kematian dibagi dengan jumlah yang telah sembuh atau meninggal, dengan alasan lebih mencerminkan situasi sebenarnya secara akurat. Tatkala wabah berlanjut tingkat kematian mancapai 10%.
Salah satu alasan mengapa mengukur jumlah kematian sulit ialah angka infeksi dan angka kematian meningkat pada kadar yang sama sekali berbeda. Sebuah kemungkinan penjelasan mencakup infeksi sekunder sebagai agen penyebab penyakit ,tetapi apapun penyebabnya, angka kematian sudah pasti akan berubah.
Kematian berdasarkan grup usia terhitung 8 Mei 2003 adalah di bawah 1% untuk orang usia 24 atau lebih muda, 6% untuk mereka yang berusia 25-44, 15% pada usia 45-64 dan lebih dari 50% untuk yang berusia lebih dari 65.
Sebagai perbandingan, kasus tingkat kematian influenza biasanya sekitar 0.6% (terutama pada lansia) tetapi dapat naik hingga 33% pada epidemi lokal yang parah dari mutasi baru. Tingkat kematian jenis pneumonia menular dasar sekitar 70%.
Kemungkinan kasus menurut laporan WHO pada 11 Juli 2003 yang nantinya direvisi**

Negara
Kasus
Tewas
Keluar dari rumah sakit

Tiongkok*
5327
348
4941

Hong Kong *
1755
299
1433

Taiwan *
307
47
***

Kanada
250
38
194

Singapura
206
32
172

AS
71
0
67

Vietnam
63
5
58

Filipina
14
2
12

Jerman
10
0
9

Mongolia
9
0
9

Thailand
9
2
7

Perancis
7
1
6

Malaysia
5
2
3

Italia
4
0
4

Inggris
4
0
4

India
3
0
3

Korea Selatan
3
0
3

Swedia
3
0
3

Indonesia
2
0
2

Makau *
1
0
1

Kolombia
1
0
1

Finlandia
1
0
1

Kuwait
1
0
1

Selandia Baru
1
0
1

Irlandia
1
0
1

Rumania
1
0
1

Rusia
1
0
0

Afrika Selatan
1
1
0

Spanyol
1
0
1

Swiss
1
0
1

Total
8069
775
7452

(*) Daratan Tiongkok, Makau, Hong Kong, dan Taiwan dilaporkan terpisah oleh WHO.

(**) 11 Juli 2003 adalah hari terakhir laporan WHO. Total revisi ternyata lebih rendah di Taiwan, Hong Kong, dan AS.

(***)Total revisi tidak diberitakan.




Grafik ini menunjukkan evolusi manusia yang mungkin terinfreksi, menurut negara utama (Rata-rata 7 hari) dan tingkat kematian pada 2 minggu terakhir. Orang yang mungkin terinfeksi = Kasus kumulatif − Angka kematian − Angka orang yang sembuh. Tingkat kematian = Mati / (Mati + Sembuh)













BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
SARS (severe acute respiratory syndrome ) adalah suatu jenis penyakit pernapasan akibat virus yang pertama kali terjadi di beberapa negara Asia. SARS disebabkan oleh Virus yang bernama SARS-CoV (Coronavirus) yang menyerang saluran pernapasan bagian atas.
SARS pertama kali berkembang di dalam tubuh binatang seperti musang dan babi.. Hal ini berdasarkan temuan ilmuwan akan virus yang sama di dalam tubuh musang dan babi, disamping itu musang dan babi dikonsumsi di Negara Cina.
Penyebaran coronavirus terutama terjadi dirumah sakit dan lingkungan rumah. Coronavirus juga dapat menyebar kepada mereka yang merawat penderita SARS. Penularan terjadi karena kontak yang sangat dekat atau intens dengan penderita, contohnya kontak langsung dengan air ludah dan cairan yang tersembur pada saat batuk serta terhirupnya udara yang telah tercemar oleh coronavirus.
SARS mempunyai gejala mirip seperti flu,seperti demam, myalgia, lethargy, gejala gastrointestinal, batuk, radang tenggorokan dan gejala non-spesifik lainnya. Satu-satunya gejala yang sering dialami seluruh pasien adalah demam di atas 38 °C . Sesak napas bisa terjadi kemudian.
Pencegahan SARS meliputi Contact person dan Lingkungan. Pencegahan secara contact person yaitu menjaga kebersihan dan kesehatan tubuh kita sedangkan pencegahan secara lingkungan yaitu menjaga kebersihan lingkungan dengan cara selalu membersihkan dalam dan luar rumah.
SARS dapat disembuhkan dengan cara member obat yang mengandung Kortikosoid dan Antivirus Ribavirin. Tetapi, obat ini belum 100% efektif mengobati SARS. Kematian penderita pasien biasanya dikarenanakan adanya penyakit lain yang ada di dalam tubuh penderita, misalnya saja diabetes dan penyakit jantung.

3.2 Saran
1.      Sebaiknya kita harus lebih menjaga kebersihan dan kesehatan tubuh serta lingkungan.
2.      Sebaiknya kita harus selektif dalam memilih makanan.
3.      Sebaiknya kita harus menggunakan masker dan jaket jika akan bepergian.
Daftar Pustaka

https://www.google.com/search?q=jumah+kasus+Kematian+Akibat+Penyakit+SARS&oq=jumah+kasus+Kematian+Akibat+Penyakit+SARS&aqs=chrome..69i57.1043219j0j7&sourceid=chrome&es_sm=93&ie=UTF-8#q=jumlah+kasus+Kematian+Akibat+Penyakit+SARS+sampai+sekarang
http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=SARS&stable=0&redirect=no
http://www.spesialis.info/?penyebab-severe-acute-respiratory-syndrome-(sars),283
http://id.scribd.com/doc/92654156/PENYAKIT-SARS
https://publichealthzone.wordpress.com/tag/epidemiologi-sars/
http://bidanku.com/mengenal-severe-acute-respiratory-syndrome-sars-dan-penanganannya
http://jenis2-penyakit.blogspot.com/2014/05/pengertian-penyakit-sars-gejala-pencegahan.html
http://ms.wikipedia.org/wiki/Penyakit_SARS

Makalah Kekuranan Energi Protein

BAB I PENDAHULUAN A.        Latar Belakang Kekurangan Energi Protein (KEP) akan terjadi manakala kebutuhan tubuh akan kalori, protein...